AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 11 Januari 2009

Rindu

Ketika mata ingin menatapnya
Nan jauh disana
Namun hanya hati yang merasa
Rindu…..
Apakah itu tanda adanya cinta ?
Robbi….
Aku ingin rindu ini beralih untuk-Mu
Aku ingin merasakan rindu kepada-Mu
Seperti rinduku padanya
Robbi….aku tahu
Jika aku mendekati-Mu satu langkah
Engkau akan mendekatiku dua langkah
Jika aku merindui-Mu
Kau pun rindu padaku
Tapi mengapa begitu susah bagiku untuk merindui-Mu ?
Aku ingin merasakan senyum
Saat berhadapan dengan-Mu
Seperti senyum yang kurasakan
Saat aku berhadapan dengannya
Rindukanlah aku kepada-Mu ya Robbi….

Aku Lalai

Adzan
Berapa lama aku tak menghiraukanmu
Terlena dalam dunia mayaku
Meremehkan kekuatann-Nya Yang Agung
Dalam kenikmatan sesaat
Aku jauh dari-Nya
Seakan tiada membutuhkan-Nya
Aku hilang ingatan
Hingga tak sadar alam yang kekal
Aku lalai dalam tujuan sesaat
Dan melupakan tujuan abadi

Dunia Binatang


Ketika dunia rusak
Dan penghuninya berantakan
Anak-anak melawan
Remaja berontak
Orang tua kurang ajar
Guru-guru tak beradab
Pemimpin menjadi perampok
Sekolah menjadi tempat cari uang
Ulama menjadi pekerjaan tuk dapat honor
Kriminal menjalar
Pamer aurat dimana-mana
Kebenaran disalahkan
Kesalahan dibenarkan
Bukan kebenaran jadi dasar
Tapi pembenaran digembor-gemborkan
Maling teriak maling
Teroris teriak teroris
Yang kuat dialah pemenang
Nafsu menjadi raja
Dunia apa ini?
Binatang pun jauh lebih terhormat.

pagi


Dingin pagi menyusup sum-sum tulangku
Mentari bangunkan jiwa-jiwa hampa
Sebuah isyarat start semua aktifitas
Raja-raja sawah mengayuh langkah
Mengadu nasib di lapangan hijau
Raja-raja pasar mulai bergerak
Memamerkan barang-barang ke setiap mata
Pasukan-pasukan kecil dan remaja
Siap berperang melawan kebodohan
Semua bergerak dan terus bergerak
Mencoba bertahan hidup
Mencari perubahan yang berarti
Dalam ganas putaran bumi

Masih Mau Pacaran?


Bicara tentang cinta memang tidak akan pernah habis-habisnya. Hampir semua sinetron menayangkan kisah cinta. Apalagi cinta antara lawan jenis. Mulai dari kisah cinta Siti Nurbaya, Qois dan Laila hingga Romeo dan Juliet.
Memang benar asumsi orang selama ini bahwa cinta itu buta. Jika kita jatuh cinta pada seseorang, garam pun terasa manis. Semua kekurangan orang yang kita cintai seakan merupakan kelebihan di mata kita. Tak peduli pangkat, harta, dan rupa. Apalagi kalau bunga cinta itu mulai bermekaran. Makan ingat dia, tidur ingat si dia, tiada detik tanpa bayangannya. Seakan dunia milik berdua.
Cinta memang fitrah manusia. Tapi cinta kepada siapa dulu? Dan cinta yang bagaimana? Cinta kepada Allah berbeda dengan cinta kepada kedua orang tua, adik, ataupun kakak. Kalau cinta kepada lawan jenis yang bukan muhrim? Nah, ini nih penyakit yang sudah menjadi sahabat manusia zaman sekarang. Cinta kepada sesama muslim itu harus. Tapi, bentuk cintanya bukanlah cinta yang penuh dengan syahwat dan nafsu semata. Bukan cinta karena paras, harta, jabatan, dll. Kita tidak bisa mencari pembenaran untuk berhubungan akrab dengan lawan jenis dengan alasan “Inikan Cinta. Cinta Itu Fitrah”
“Tresno jalaran soko kulino”. Awalnya sih teman biasa. Lama-lama akrab, sering smsan, telpon, ngobrol, dan bercanda. Dan tanpa disadari suka sama suka, merasa tertarik lalu menjalin hubungan asmara yang disebut “Pacaran”.
Parahnya, remaja-remaja Muslim kita saat ini menganggap hubungan akrab dengan lawan jenis yang bukan muhrim itu suatu hal yang biasa. Bahkan, mereka bangga berstatus “pacar”, dan merasa malu jika belum mempunyai pacar. Para orang tua merasa hawatir karena anaknya belum punya pacar, dan baru bisa bernafas lega jika anaknya ada yang melindunginya, yaitu sang pacar. Padahal tidak ada jaminan sama sekali kalau sang pacar tersebut dapat dipercaya dan bisa bertanggung jawab, apalagi untuk melindungi. Yang terjadi justru kerugian yang harus dialami oleh si cewek, baik kerugian fisik maupun moril, disadari ataupun tidak.
“Pacaran adalah alat untuk saling mengenal sebelum memasuki jenjang pernikahan”. Siapa bilang? Yang ada justru kebohongan. Masing-masing merasa takut kalau kelemahannya diketahui oleh pacarnya. Yang ditunjukkan hanya yang baik-baik saja. Pernah lihat iklan shampoo sunsilk ga’? Ketika sang cowok datang ke rumah sang cewek. Tapi si cewek malah bingung mencari cara untuk menutupi rambutnya yang kering dan lepek. Itu tuh yang namanya kejujuran dan saling mengetahui?! Adanya juga saling menutupi kelemahan, takut diketahui.
Jika ditinjau dari kerugian yang dialami si cewek, sudah berapa banyak remaja putri yang hamil di luar nikah, ataupun hamil sebelum menikah. Hitung sendiri lah! Dan berapa banyak remaja yang berpacaran selama bertahun-tahun tapi ujung-ujungnya putus. Jadi, tidak ada jaminan kalau pacar kamu itu adalah calon suamimu.
Jelas sekali aturan yang telah ditetapkan oleh Yang Menciptakan Kita. “Janganlah kamu mendekati zina!”.
Masih mau pacaran? Kalau ya, berarti anda termasuk orang yang kalah. Kalah berperang melawan nafsu. Selamat ditertawakan oleh setan atas kebodohanmu.

Sabtu, 10 Januari 2009

Malam


Sebuah lukisan agung
Sang Maestro Seni Sejati
Menggoreskan tinta-tinta hitam
pewarna alam
Merajut langit dengan bunga-bunga awan gelap
Percikan bintang-bintang ramaikan jagad raya
Membuat sang bulan tersenyum
Memamerkan lesung pipit indahnya
Terbingkai dalam potret sabit yang mempesona

Senyap......
Sang bayu terpaku lelah
Bahkan untuk sekedar menyapa daun-daun pujaannya
Ataukah ia sedang bertasbih dan bertakbir
dalam keheningan
Menikmati eloknya malam
Memuji mahakarya Sang Maha Bijaksana?