AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 30 Mei 2010

29 Mei 2010, 16.30

Subhanallah, sore yang indah. Hujan baru saja reda. Suasana sore hari setelah hujan. Sejuk. Bunga dan rumput-rumput di taman depan kamarku tampak segar.

Aku duduk di kursi ruang tamu kamar DEMA. Kulihat anak-anak berlalu lalang dengan berbagai kegiatan mereka. Ada empat orang anak siap dengan sapu di tangan. Tampaknya mereka hendak bersih-bersih. Ada juga yang menenteng plastik. Hmmm.... anak perempuan memang paling suka jajan dan belanja.

Suara Aukha, temenku mengisi ruangan DEMA. Jum'at besok Ushuluddin Ujian MKDU. Aukha yang selalu nyingkuk belajar. Belajar sambil diiringi musik. Suara "Rapuh" Opick, terus "Rindu Ilahi" Dawai Hati, disusul nasyid "Ayah" Mayada. Kuikutan dengerin lagunya sambil sedikit menyimak apa yang dihafalin Au. Lagunya sendu...Jadi inget kakakku Masruhin. Kakakku Masruhin yang kontra banget dengan musik, meskipun nasyid atau sholawat.

Belajar dengan bersuara memang telah menjadi kebiasaan kami. Meski kadang ada juga sih yang merasa terganggu.

Jadi inget sebelum masuk sini. Ketika aku masih di rumah, cara belajarku pun dengan bersuara keras. Apalagi kalau hafalan. Dan biasanya jika aku salah mengucapkan, Bapak segera membetulkan. Pernah suatu ketika aku membaca dengan suara keras. Ketika itu ada teman-teman kakakku yang bermain ke rumah. Dan mereka mengejekku, " We... ada yang ceramah-ada yang ceramah!". Aku pun ngambek dan segera masuk ke dalam rumah. Hehe... anak kecil...

Bunda by Mayada

Bundaku tercinta mengasuh penuh suka
Tersenyum bahagia kutemukan surga
Ku tunduk bersimpuh di telapak kaki
Bundaku tersayang wajib kuhormati

Bunda... Bunda... Budaku tercinta Bundaku tersayang

Di singgasana yang penuh kasih
Bunda membelai nyanyian kalbu
Tak kusakiti tak kulikai
Bunda penawar sedih hatiku

Bunda... Bunda... Bundaku tercinta Bundaku tersayang

Jika kubersedih ia pun tersiksa
Sebagai tanda kebesaran cinta
Ku lantunkan lagumu dengan pujian
Jalan di depanku bundaku penerang

Bunda... Bunda... Bundaku tercinta Bundaku tersayang

Betapa Bunda dalam jiwaku
Menghantar bahagia jalan hidupku
Do'aku bunda yang melahirkan
Hanyalah salam keselamatan

Bunda... Bunda... Bundaku tercinta Bundaku tersayang
Bunda... Bunda... Bundaku tercinta Bundaku tersayang

Jumat, 28 Mei 2010

Air VS nonair

Aku menatap botol-botol air minum dalam kemasan. Lalu entah kenapa pikiranku mereview gambar-gambar makanan. Hampir semua makanan dalam waktu sehari maupun dua hari pasti basi. Kecuali jika makanan tersebut diberi bahan pengawet.

Yups, sudah bisa membaca pertanyaanku selanjutnya kan?. Ya, "Air minum ada kadaluarsanya juga ga ya? Kalau ada... sampai berapa lama ya air mampu bertahan? Zat apa yang membedakan air dan makanan lainnya?"

Yups, Aku Bersyukur

Butiran bening air pasrah terjun lewati atmosfer
Mendarat tepat di atas bumi
Di atap
Di atas dedaunan
Atau bergabung dengan teman-temannya di lautan
di sungai

Butiran air itu kadang hanyutkan biji-biji padi yang tengah menua
Atau berondongan menerobos masuk ke dalam rumah
"Bakalan ngepel terus nih."
"Bersyukur. Baru gini doang udah mengeluh. Bayangkan mereka yang tidak punya rumah. Tinggal di bawah jembatan. Di jalanan. Kemana mereka berteduh?"
"Yups, aku bersyukur."
"Masih ada tempat berteduh."

Rabu, 26 Mei 2010

Song for Gaza

Tadi sempat denger lagu We Will Not Go Down (Song for Gaza) di radio. Baru kali ini aku denger lagu itu lewat radio? Radio mana ya? o........ ternyata Suargo FM......

Enak banget lagunya.

Selasa, 25 Mei 2010

Hasrat Hati

Hasrat hati hanya sekedar bertanya
Mengapa wajahmu selalu berbeda
Sehingga lenyap keindahan kurasa
Aduhai apakah gerangan sebabnya

Wajahmu dulu berseri-seri
Senyummu dulu manis sekali
Pandangan matamu bercahaya
Tetapi kini jauh berbeda


Minggu, 23 Mei 2010

Memories of Amaliyah Tadris

Yups, pagi ini radio sudah berbunyi. Suargo alias Suara Gontor FM bersuara. Lagu "Oh Pondokku" terekam di telinga disusul nasyid-nasyid Ansyada dan entah siapa. Bagus juga lagunya. Nasyid-nasyid mengiringi derap langkah kaki kami menuju aktifitas pagi. Yups, siap-siap amaliyah Tadris. As a supervisor maksudnya.

Wah, jadi inget masa amaliyah tadris dulu. Tanya maddah, izin hishoh ke mudarrisahnya, tulis i'dad, buka mu'jam, siapkan wasailul idhoh, diperiksakan, revisi, tulis ulang, foto copy. Jadi deh, tepat jam 2 malam. Langkah selanjutnya go ke kelas, periksa kelas, lihat kondisi papan tulis, atur meja, terus hafalan, latihan and ukur waktu. Huh.... seru2! melelahkan.

Paginya siap beraksi. Mengajar dikelilingi dan diperhatikan 14 temen-temen plus seorang musyrif yang semuanya siap mengoreksi dan mengkritik kita lumayan membuat deg-degan. Apalagi waktu detik-detik awal memasuki kelas. Tapi... lama-lama kalau sudah memasuki pertanyaan muqoddimah dan mufrodat, deg-degannya hilang. Selesai mengajar bersiaplah untuk mendapatkan hadiah dari temen-temen dan musyrif. Kritik yang membangun pastinya. Yups, cermin buat kitalah.

Hmmm... jadi pengen baca buku intiqodatku dulu nih. Pengen lihat lagi kesalahan-kesalahanku dulu waktu amaliyah tadris. Kayaknya masih tersimpan di lemari buku di rumah deh. Liburan nanti ah, baca.


Perjalanan Hidup.

Kali ini aku mencoba belajar bikin cerita. wkwkwk..... pertamanya dapet ide. Entah dari mana. Imajinasi gitu deh. Bingung dikasih nama siapa. Ah, nama keponakan sama nama mbak aja deh! Ada Hayun, Rexy, Rosyidah, Rois. Kurang satu nama yang depannya R. Biar nama anak-anaknya R semua gitu...... siapa ya? Kan satunya Rosyidah.... ah, Rosyad aja deh. Terus.... satu lagi nih yang huruf awalnya H. Biar matching sama Hayun. Siapa ya? Hendra.... ah, enggak ah! Heru.... Gak pas ah! Yups, dapet Haris. Lebih islami. Kayak Zaid bin Harits.... wkwkwk.... Terus.... cocokin tanggal dan tahun. Biar masuk akal dikitlah.... Tulis deh. Banyak salah? Pasti... namanya juga belajar.

Selanjutnya.... dikasih judul apa nih? "Perjalanan Haris dan Hayun"? ah, Gak Ah! terlalu sempit. Gimana kalo... "Perjalanan Hidup"? emmm... boleh juga. ok. Selesai deh. Copy paste apload dech di blog. Meski gak layak diapload..... biarinlah!

Sabtu, 18 Oktober 1986

Haris terbangun. Ditatapnya jam dinding yang terpasang di dinding kamarnya. “Jam 3”, gumamnya dalam hati. Ia masih terbaring di atas ranjang rumah sakit sejak seminggu yang lalu. Kecelakaan di tempat kerja membuatnya kehilangan kaki kanannya. Tangga yang ia naiki ternyata tidak cukup kuat terpasang hingga membuatya terjatuh dari lantai dua. Kaki kanannya tertimpa beban berat hingga mengharuskan untuk diamputasi. Meskipun begitu, namun Haris tetap merasa beruntung karena tidak terjadi pendarahan di kepalanya.

Ditatapnya istrinya, Hayun yang tengah berdo’a dalam akhir tahajjudnya. Istrinya yang tak pernah mengeluh menungguinya di rumah sakit. Yang selalu hadirkan canda dan keceriaan kala Haris berada dalam kesedihan. Istrinya yang tak pernah meninggalkannya terbaring sendirian di kamar rumah sakit. Kalaupun Hayun terpaksa meninggalkan Haris, ia pasti telah menyuruh anak-anaknya atau meminta bantuan kepada ibunya untuk menemani suaminya barang sejenak hingga Hayun kembali.

Semenjak Haris di rumah sakit, Hayun tak banyak mengurus rumah dan anak-anaknya di rumah. Ia percayakan anak-anaknya kepada ibunya yang juga tinggal serumah dengan Hayun.

“Mas, sudah bangun?”, sapa Hayun selesai berdo’a sambil menatap suaminya yang tengah terbaring di atas ranjang. Haris hanya tersenyum kecil.

“Subhanallah, Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, Engkau telah menganugerahi seorang Bidadari yang tiada duanya”, ujar Haris dalam hati menatap istrinya. “Dek”, panggi Haris.

“Hem? Kenapa Mas?”, Tanya Hayun sambil duduk di atas kursi plastik dekat kepala Haris.

“Mas mau ngomong sesuatu.”, ujar Haris serius.

“Mas mau ketemu anak-anak?” Tebak Hayun.

Lagi-lagi Haris hanya tersenyum.

“Dek”, Haris memanggil. Ia menarik napas panjang.

“Apa sih Mas……?” Hayun memegang tangan Haris.

“Mas tidak ingin menjadi beban buat Adek”, lanjut Haris. “Mas meng…..”

“Mas ini gomong apa sih?!”, potong Hayun. “Hayun tahu kemana arah pembicaraan Mas. Mas, Hayun tetap istri Mas. Hayun tetap sayang sama Mas bagaimanapun keadaan Mas.”, lanjut Hayun sambil berkaca-kaca. Hayun tak mampu membendung air matanya. Ya, meskipun ia tampak tegar, namun sebenarnya ia cukup cengeng. “Mas gak boleh bicara seperti itu lagi.”

“Emang Mas mau bicara apa tadi?”, gurau Haris. “Ah, sok tau nih….”

“Lho, terus tadi mau ngomong apa?” Hayun balik nanya

“Apa ya tadi?”, Haris pura-pura berpikir “ Tu…kan jadi lupa.”

“Makanya… kebanyakan mikir sih… jadinya pelupa sebelum waktunya”, komentar Hayun.

“Mikirin kamu terus sih sayang. Hayo, siapa coba yang salah?”, canda Haris

“Yeee… hmmm mulai lagi deh gombalnya…”, ujar Hayun diringi senyum Haris.

“Dek…”, panggil Haris.

“Apa lagi?!”, tanya Hayun ketus.

“Galaknya…”, ucap Haris.

“Apa Mas…?”, ujar Hayun lembut.

“Nah, gitu dong!”, kata Haris. “Mas mau nanya sesuatu. Tapi dijawab yang jujur.” Lanjut Haris.

“Lho, emang Hayun pernah bohong?”, tanya Hayun protes.

“Lho, siapa yang bilang adek pernah bohong?”

“Yang tadi itu?”

“Hmmm… perempuan itu emang kayak gini nih!”, gumam Haris.

“Lho, ngapain bawa-bawa nama perempuan?!”, protes Hayun kembali. Dan Haris hanya tertawa kecil.

“Aduh… kalo kayak gini Mas bisa-bisa gak sembuh-sembuh nih Dek”, ucap Haris diiringi tawa Hayun. “Mas mau nanya sesuatu.”, Haris terdiam sejenak.”Apa sih yang membuat adek cinta sama Mas?”

“Kok pertanyaannya gitu?”. Hayun tersenyum. “Apa ya?”, gumam Hayun. “Emmm…Ganteng juga enggak, kaya juga enggak, pinter… juga enggak, baik hati juga enggak…aduh!”, canda Hayun yang terpotong karena Haris menimpuk kepalanya dengan bantal. “Tu…kan, kasar lagi!”, Haris hanya senyum-senyum mendengar ucapan Hayun.

“Hmmm… Hayun…Hayun… bagaimana tidak bahagia punya istri seperti kamu”, ucap Haris dalam hati. “Mas serius nih nanyanya.” Lanjut Haris.

“Lho, Hayun juga beneran jawabnya”, Hayun tak mau kalah.

“Enggak tuh.”, bantah Haris. “Kalo ganteng… bolehlah dikit… ,pinter… masuk tuh, kalo kaya… wah… jelas tuh, kaya hati”, Haris memuji dirinya sendiri diiringi tawa mereka berdua.

“Cinta memang susah untuk digambarkan”, Hayun berfilosofi. “Seorang ibu pasti akan tetap cinta dan sayang kepada anak-anaknya bagaimanapun keadaan anaknya. Meskipun anaknya jelek atau cacat… seorang ibu tidak akan menyesal ataupun malu dengan kondisi anaknya. Ia akan tetap menyayangi anaknya.”

“Itu kan ibu dengan anak… kalau istri sama suaminya?”, Taya Haris memancing.

“Gak jauh beda kayaknya”, jawab Hayun.

“Emmm… gitu…”, Haris menganggukkan kepala. “Dek, kita sudah menikah berapa tahun sih Dek?”, Haris kembali bertanya.

“Berapa tahun ya Mas? Hitung aja umur Rosyad. Kan sekarang dia sudah delapan belas tahun. Delapan belas tahun ya Mas?”, Hayun balik nanya yang dijawab dengan anggukan kepala Haris.

“Selama ini kita sudah berapa kali bertengkar ya Dek?,” Haris kembali bertanya.

“Kok Mas nanyanya gitu?”.

“Ya nanya aja.”

“Kalo berapa kali bertengkar, Hayun lupa. Tapi kalo berapa kali Mas marah-marah di rumah… kayaknya Hayun ingat deh.”Haris tersenyum-senyum mendengar ucapan Hayun. “Mas marah-marah ketika pulang kerja. Kayaknya sih ada masalah di tempat kerja terus terbawa sampe ke rumah. Terus… Mas marah waktu gak punya uang… udah ah, lupa.”Jelas Hayun.

Haris tersenyum mendengar pengakuan istrinya. “Kenapa senyum-senyum?”, tanya Hayun.

“Kok, berapa kali bertengkarnya gak disebutin? Lupa apa malu nih?”, Haris menggoda.

“Udah ah, Hayun mau sholat Subuh dulu”, Hayun sengaja mengelak dari pembicaraan.

“Lho, emang sudah adzan subuh?”, Lagi-lagi Haris menggoda. “Sekarang kan baru jam empat.
Sejak kapan adzan subuh jam empat? Kan biasanya jam setengah lima.”

“Sejak hari ini.”, jawab Hayun sekenanya.


25 November 1986, 15.00 WIB

Hampir satu bulan Haris keluar dari rumah sakit. Selama satu bulan ia hanya berdiam diri di rumah tanpa aktivitas yang berarti. Ia mencoba menghubungi rekan-rekannya menanyakan kemungkinanan adanya tawaran pekerjaan yang bisa ia lakukan di rumah tanpa harus pergi ke tempat kerja. Namun semuanya nihil. Dalam hati ia merasa tertekan dan merasa bersalah terhadap Hayun, istrinya. Ia merasa seakan dirinya adalah suami yang tidak bertanggungjawab. Ia tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Terkadang ia merasa kasihan dan tidak tega melihat istrinya yang tampak kelelahan bekerja.

Kecelakaan yang menimpa Haris mengharuskan Hayun mencoba mencari penghasilan untuk keluarga dan anak-anaknya; Rosyad Arroyyan yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA, Rosyidatul Azizah kelas 2 SMP, dan Rexy Ardian yang baru duduk di kelas 5 SD. Mau tidak mau Hayunlah yang harus membiayai biaya sekolah ketiga anaknya.

Kemampuan Hayun dalam menjahit dan membordir tidak ia sia-siakan begitu saja. Uang tabungannya ia jadikan modal untuk membuka toko kecil di depan rumahnya, yang menjual pakaian-pakaian, perlengkapan bayi, peralatan jahit-menjahit, busana muslim dan muslimah, juga menjual beberapa mukenah yang dihiasi dengan bordir-bordir cantik buatan Hayun sendiri. Keuletan dan keluwesan Hayun dalam bersikap cukup menarik perhatian pembeli, sehingga toko Hayun tak pernah terlihat sepi dari pembeli tiap harinya.

“Assalamu’alaikum”, sapa seseorang di depan pintu rumah Hayun.

“Alaikumussalam.”, jawab Haris yang mendengar salam tersebut. Hayun sendiri tengah terlelap tidur di kamar. Tampaknya ia terlalu letih bekerja sejak pagi, hingga tak mampu menahan matanya yang lelah.

“Maaf, betul ini rumah Bu Hayun?”, Tanya tamu tersebut. Seorang pria muda umur tiga puluhan dengan pakaian santai. Entah tamu dari mana. Haris sendiri baru pertama kali ini melihat pria tersebut.

“Ya, betul. Kenapa ya?”, jawab Haris tanpa mempersilahkan tamunya masuk.

“Kenalkan, saya Wahyudi.”, pria tersebut mengulurkan tangannya yang disambut dengan jabatan tangan Haris. Beberapa hari yang lalu saya sempat melihat blog Bu Hayun tentang karya-karya bordirannya. Kami melihat karya tersebut cukup bagus, dan kami berniat untuk survei langsung. Kami juga sudah buat janji dengan Bu Hayun kalau hari ini kami mau survei langsung.”, jelas Wahyudi.

“Blog?”, pikir Haris dalam hati. “Sejak kapan istriku aktif membuat blog lagi? Kok gak bilang?”, lanjutnya masih dalam hati. “Maaf, istri saya sedang istirahat. Tidak bisa diganggu.” Jawab Haris tampak ketus.

“O.. Anda suami Bu Hayun?”. Wahyudi memandang Haris sambil menatap tangan Haris yang menyangga enggrang kakinya.

“Ya. Istri saya sedang istirahat. Anda boleh pergi sekarang.”, Ucap Haris tanpa basa-basi. Ia sama sekali tidak mempersilahkan tamunya masuk. Entah apa yang membuat Haris bersikap kasar semacam itu. Itu sama sekali bukan sifat Haris yang sesungguhnya.

“Siapa Mas?” Tanya Hayun dari dalam tepat menjelang kepergian tamunya.

“Kok sudah bangun?”, Haris mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Siapa tadi Mas?”, selidik Hayun tanpa mempedulikan pertanyaan suaminya.

“Siapa? Bukan siapa-siapa.”, jawab Haris singkat.

“Kok gitu sih Mas jawabnya?”.

“Terus gimana? Memang bukan siapa-siapa kok!.”, gumam Haris.

Hayun melihat ke luar sambil mencoba mengira siapa gerangan yang datang. “jangan-jangan…”, tebak Hayun dalam hati. “Tadi tamunya nyari Hayun gak Mas?”, Hayun kembali bertanya.

“Iya.”, jawab Haris singkat.

“Terus, kok Mas gak bangunin Hayun?” Protes Hayun.

Haris menarik napas panjang. “Tadi kamu terlihat kecapean jadi aku sengaja tidak membangunkanmu.”

“Tapi kan…” Hayun tampak kecewa.

“Kalau memang penting juga pasti datang lagi kesini.”, ujar Haris.

“Jadi Mas anggap ini tidak penting, gitu?”. Nada bicara Hayun mulai meninggi. “O.. tau sekarang Hayun. Tadi juga Mas sengaja kan tidak membangunkan Hayun?! Bisa gak sih Mas berpikir luas?! Toh itu juga bukan buat Hay……”

“Plak!”, Haris menampar pipi Hayun, membuat Hayun tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya. ("Ah, lebay-lebay!", koment pembaca. "Terserahlah, mau lebay kek, mau kurang kek, orang aku yang nulis kok!", elak penulis.). Sejak pertama kali menikah, baru kali ini ia bersikap kasar seperti itu kepada Hayun. Haris sendiri sama sekali tidak memikirkan apakah anak-anaknya melihat perlakuannya atau tidak terhadap Hayun.

Hayun terdiam menatap tajam mata suaminya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau suaminya tega memukulnya. Hayun tak mampu membendung air matanya. Ia berlari memasuki kamarnya sambil menutup pintu keras-keras. (“Lagu lama nich! Basi-basi!”, kata pembaca. “Biarin…!”, penulis cuek. Hehehe…).

Dalam hati, Haris benar-benar menyesal telah memukul istrinya. “Ada apa denganmu Haris?!”, tanyanya dalam hati.

25 November 1986, 23.00 WIB

(“Awas nih kalo basi lagi!”, ancam pembaca. “Suka-sukalah… orang aku yang nulis kok!”, balas penulis).

Haris duduk di atas ranjang di samping Hayun yang tengah pura-pura sibuk membaca sebuah buku, padahal pikiran Hayun sama sekali tidak tertuju kepada isi buku yang ia baca. Mereka berdua masih saling berdiam diri sejak tadi sore.

Hayun sengaja menunggu suaminya untuk bicara. Entah bicara apa apa sajalah. Menyapanya, meminta maaf kepadanya, atau merayunyalah. Namun suaminya tak jua enggan berucap.

“Hayun minta maaf!”, ucap Hayun tanpa menutup buku yang ia pegang. akhirnya Hayun yang meminta maaf terlebih dulu. Ia tidak sabar terus menunggu suaminya dalam kebisuan.
Haris tampak terkejut. Sebenarnya Haris sadar bahwa dirinyalah yang harusnya meminta maaf kepada istrinya. Namun rasa gengsi tampaknya begitu besar terpaku dalam dirinya. Dasar laki-laki!

“Mas yang salah”. Akhirnya Haris mengaku juga. “Mas yang harusnya minta maaf.”, lanjutnya.

“Mas sudah menyakitimu.”

“Hayun juga yang salah. Hayun tidak bilang sama Mas rencana Hayun.”, ujar Hayun. “Maaf, Hayun sudah menyakiti perasaan Mas.”

Haris merengkuh Hayun dalam dekapnya. (“Wah, FIKTOR nih”, ucap pembaca. “FIKIRAN TOKCER…”, balas penulis. Wkwkwkkk…) “Mas sungguh beruntung punya istri seperti kamu Dek.”, ujar Haris tanpa ia sadari. “Bukan hanya cantik paras, namun hatimu pun juga sangat cantik”, lanjutnya dalam batin. “Mas tidak ingin melihatmu bekerja terlalu keras, sedangkan Mas hanya berdiam diri”, aku Haris. “O, iya, Mas punya kabar gembira. Tadi habis maghrib teman Mas telpon, katanya ada tender buat Mas untuk membuat gambar rancangan sebuah desain rumah.”, Haris melepas dekapannya.

“O… jadi karena ada berita gembira itu terus gak marah lagi?!… hmmm”, gumam Hayun dalam hati. “Alhamdulillah, nanti Hayun akan bantu sebisa Hayun.”, ucap Hayun.

“Haruslah. Nanti kan Mas pasti haus, biar Mas gak usah jauh-jauh ambil minum, kamu yang bikin minum buat Mas… terus bantuin mijit…”, Gurau Haris. (“Awas, pembaca gak boleh FIKTOR!”, ancam penulis).

“Yee…!!!”, protes Hayun.

“Lho, kan itu kewajiban istri.”, Haris mencari pembenaran.

“Iya deh, tenang… entar habis itu gambarnya aku coret-coret….”, Hayun tak mau kalah.

“Wah, jahat nih!”. Dan mereka pun kembali tertawa.

Sejak itu Haris tak lagi menganggur. Tawaran pekerjaan yang datang dari rekan-rekan kerjanya terus mengalir. Hampir tiap hari Haris sibuk di rumah menggambar desain bangunan sesuai dengan yang diminta rekannya.

23 Mei ‏2010‏‏

Haris duduk di atas kursi roda di dalam kamarnya. Ia tampak asik memandang foto sepasang suami-istri yang terpampang di atas meja kamar tidurnya.

“Opa…. Rois juara kelas lagi Pa…!!!”, teriak seorang anak kecil umur 7 tahun memasuki kamar Haris. Anak kecil itu tanpa ragu duduk di pangkuan Haris sambil menunjukkan nilai Raportnya kepada Haris.

“U…, cucu Opa… , coba Opa lihat mana Raportnya?”, ucap Haris memangku anak kecil tersebut yang ternyata adalah cucunya.. “Waah… pinter nih cucu Opa!”, puji Haris kepada Rois, cucunya.

“Opa kangen sama Oma ya?”, Rois menebak apa yang dipikirkan kakeknya.

Haris hanya tersenyum mendengar pertanyaan cucunya. “Andaikan Hayun masih ada, ia pasti akan sangat senang melihat cucunya yang lucu.”, Ujar Haris dalam hati.

“Yah…”, panggil Rosyad yang tanpa disadari Haris tengah berdiri di sampingnya. (“Ah, gak masuk akal nih ceritanya. Kok tiba-tiba ada di samping Haris?! Gak masuk akal-gak masuk akal!”, protes pembaca. “Ya Elaa… protes mulu nih, dibilangin suka-suka penulis juga masih aja protes!”, bantah penulis.) “Rosyad juga kangen sama Ibu.”

“Buku apa itu Yah?”, Tanya Rosyad melihat sebuah buku di atas meja Haris.

“Buku diary Ibumu.”, jawab Haris tersenyum.

“Boleh lihat Yah?”, pinta Rosyad.

“Baca saja. Itu kenang-kenangan dari ibumu”, izin Haris.

Rosyad membuka halaman pertama buku tersebut. Sebuah identitas lengkap tertulis di situ.

Hobies : Baca yang disuka, nulis, makan, tidur, maen catur, “dengerin musik is the best activities”.
Motto : Tetaplah tersenyum ramah dalam kondisi apapun.

Rosyad membaca biodata ibunya yang tertulis di halaman depan. Ia kembali membuka halaman berikutnya.

Semua Tentang Kita

Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati

Ada cerita tentang aku dan dia
Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka
Saat kita tertawa

Teringat di saat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita

“Itu salah satu lagu yang disukai ibumu dulu”, kata Haris.

“Iya, Rosyad tahu itu Yah. Siapa yang nyanyiin Yah? Peterpan?”. Tanya Rosyad.

“Iya, itu zaman Ayah dulu. Sekarang sudah tidak pernah muncul lagi.”, jelas Haris.

“Rois mau bilang Umi dulu Yah”, Rois turun dari pangkuan Haris, dan keluar kamar entah kemana.

Dan Rosyad masih asik membuka lembar diary berikutnya.

What Do You Want To Be?
1. Lulus S1 dengan nilai mumtaz.
2. Pandai berbahasa Arab dan Inggris.
3. Mengajar.
4. Bisa memasak.
5. Bisa menjahit.
6. Bisa berenang.
7. Bisa nyetir mobil.
8. Memberikan nafkah buat orangtua.
9. Membangun perusahaan besar yang menampung banyak tenaga kerja. Setidaknya bisa mengurangi jumlah TKW maupun TKI yang bekerja di luar negeri.
10. Menikah maksimal umur 24 tahun.
11. Merawat Ibu dan Bapak dengan sabar dan sayang.
12. Zakat tiap bulan.
13. Membangun sekolah gratis buat anak-anak miskin dan anak-anak jalanan.
14. Mempunyai suami yang sholeh dan mau menerimaku apa adanya. Kamu sendiri gimana?dah sholehah belum???!!!
15. Merukunkan keluarga.
16. Mempunyai anak minimal 6 anak. Hehehe…
17. Haji bersama orangtua dan suami.
18. Jadi Ibu dan istri yang baik.
19. Mempunyai rumah sendiri, membeli mobil. “Wah, tamak nih!”.
20. Rajin sholat Tahajjud, Dhuha, dan sholat Rawatib. “This is number one!”.
21. Hafal Qur’an.
22. Memberi hadiah buat keluarga dan keponakan-keponakan.

“Gak nyangka ya Yah, ternyata Ibu segitunya.”, ujar Rosyid yang hanya dibalas Haris dengan senyuman.

Eyel-Eyelan

Likulli Ro'sin Ro'yun. Yups, setiap manusia pasti punya pendapat dan pandangan yang berbeda-beda. Dan pastinya tidak lepas dari perbedaan pendapat. Langsung aja deh ke inti cerita.

Ceritanya kita lagi sitirahat habis naqd amaliyah tadris jam pertama. Entah kenapa seorang temenku, sebut aja deh Choir bicara tentang suatu kalimat "assual ba'dahu". Yups, aku jadi inget sesuatu.

"Menurutku, kalimat "assual ba'daha" itu bener juga", kataku "Kan "ha-nya" itu kembalinya kepada beberapa soal yang sebelumnya disebutkan. Jadi "ha-nya" bukan hanya kembali kepada satu soal.", lanjutku.

Dan kami tetap ngotot dengan pendapat masing-masing. Pro dan kontra. Belum ketemu titik temunya. Hehee.....

Perbedaan pendapat muncul lagi ketika kita berkomentar tentang salah satu artikel dalam koran harian Republika pagi ini. Hmmm....... (But, masih dalam nuansa pertemanan kok...).

Ujung-ujungnya ada temenku nyeletuk "Wah, tahun depan musyrifah amaliah Luluk sama Choir aja satu firqoh", wkwkwkk....... dan semua tertawa.

"Wah.... kasihan a'dho'nya tuh, bisa sampe jam lima sore." Hehee......

Sabtu, 22 Mei 2010

Anak Perempuan Kecil

Aku menatap sebuah foto. Foto seorang anak perempuan kecil sekitar umur 4 tahun. Anak kecil dengan pita rambut mungil terpasang di kepala sambil memegang boneka kesayangannya. Tak tampak senyum di raut mukanya. Aku pernah mendengar cerita bahwa anak kecil tersebut menangis sebelum difoto.

Yups, anak perempuan kecil yang sering bermain bersama teman-temannya sepulang sekolah. Mulai bermain pasar-pasaran, masak-masakan, umbulan, slanepan, merdekaan, obak sodor, manjat pohon, mencari ikan di sungai, hingga main sepak bola. Anak perempuan kecil yang sering menjadi jawara di kelas (Jawara apa dulu nich?!), juga diunggulkan ketika bermain di lapangan.

Anak perempuan kecil yang pernah menangis gara-gara masuk kali/selokan penuh dengan lumpur hitam ketika bermain topeng-topengan, dan ia tidak melihat ada selokan yang cukup luas di depannya. Ia jugapernah menangis sambil berlari menyusuri jalanan karena merasa takut ketika orang tuanya hendak melepas giginya yang hampir tanggal.

Anak perempuan kecil itu amat pelit dalam memberikan contekan ketika mengerjakan soal di kelas. Tapi... rasa pelit itu hanya bertahan ketika ia duduk di bangku SD. Selepas SD, ia sama sekali tidak peduli meskipun jawaban PRnya dicontek teman-temannya. Ia juga selalu menjadi pusat pertanyaan bagi teman-temannya yang belum paham pelajaran, maupun yang kebingungan mengerjakan PR.

Anak kecil itu tampak aktif. Ia pernah menjuarai lomba pidato, mewarnai, menghafal ayat-ayat pilihan, dan lari kelereng. Ia pernah juga mengikuti lomba menyanyi. Dan ia lupa bahwa ia harus menyanyikan dua buah lagu. Tanpa berpikir panjang, ia kembali naik ke panggung setelah ingat bahwa satu lagu lagi belum ia nyanyikan. Anak kecil itu juga pernah sempat down ketika ia lupa kala menyampaikan pidato di atas panggung, dan orang-orang menakuinya "Hayo... Lupa...!!!". Namun, untunglah ia segera ingat dan melanjutkan kembali pidatonya.

Anak kecil itu kritikus. Ia tak pernah lupa mengecek dan menjumlahkan kembali nilai-nilai yang tertulis di raportnya. Ia hawatir jangan-jangan gurunya salah menghitung. Sekali ia pernah menemukan jumlah nilai di raportnya berbeda dengan hasil hitungannya. Ia segera mengecek raport teman-temannya. Dan ternyata hasil penjumlahan raport teman-temannya pun berbeda. Jumlah nilai di raport lebih banyak dari jumlah sebenarnya. Namun selisih tiap anak berbeda. "Mungkin ditambah dengan nilai harian", pikirnya. Namun, semester berikutnya ia melihat nilai yang dulu pernah ia cek kini berbeda dan ada tipex disana. Kini, jumlahnya sama dengan seharusnya.

Anak perempuan kecil itu kadang membuat jengkel ibunya kala ia banyak bertanya (gemes kali ya). "Kenapa sih kalau mengiris bawang kok mata jadi perih?", "Kok ada petir darimana? Kalu kilapnya sama juga?", "Kok warna langit kuning?", "Kok daun itu keluar getahnya dari mana?", tanyanya. Atau kalau ia mendengar ada suatu berita, pasti ia tak mau ketinggalan. "Siapa?", "Orang mana?", ' Dimana?", "Kenapa?",................. tanyanya tak henti-henti. Dan orang yang mendengar pertanyaannya pasti akan berkomentar "Tanya kok dari pangkal sampai ujung!". "Besok kalau kamu sudah gede, jadi wartawan aja dek!", ujar kakanya. "Wartawan itu apa Kak?", ia balik nanya. wkwwkkk.....

Anak kecil itu tampak ceria dengan mukenah putihnya ketika berjamaah tarawih di madrasah maupun berjamaah subuh di masjid. dan biasanya ia selalu menirukan suara imam dengan berbisik. Selesai sholat, ia berlari mengejar kupu-kupu putih kecil di sekitar lampu dan berusaha menangkapnya (eh, kupu-kupu apa bukan sih?).

Anak perempuan itu pernah bersedih dan menangis dimarahi bapaknya karena ia memberikan makanan kepada ikan di rumahnya terlalu banyak hingga ikan-ikannya mati kekenyangan. Ia juga pernah marah besar dan kecewa karena meinan pistol-pistolan bambunya dirusakkan temannya. Begitu marahnya hingga terbawa mimpi. Namun, anak kecil itu begitu cuek ketika diejek oleh teman-temannya atau digoda oleh orang-orang dewasa dengan sebutan "Jaliteng" karena kulitnya yang hitam legam. wkwkwkwkkk

Ia juga begitu riang kala memiliki seragam TPA baru, dan tak sabar menanti datangnya adzan ashar agar ia bisa segera mengenakan seragam barunya untuk belajar di TPA.

Anak perempuan kecil yang begitu menyayangi keluarga dan orang-orang terdekatnya lebih dari dirinya sendiri. Ia juga mudah iba kala melihat pengemis atau orang yang di matanya tampak lemah. Ia akan berlari pulang ke rumah mengambil uang sakunya atau meminta kepada ibunya kala ia melihat seorang pengemis di jalan.

Anak perempuan kecil itu punya semangat yang tinggi dalam belajar. Meskipun hanya diterangi lampu uplik kala malam hari, namun itu tak menggoyahkan semangat belajarnya. Anak perempuan kecil yang hoby membaca. Apapun itu, hingga potongan koran bekas bungkus bumbu dapur ibunya, atau bungkus nasi sarapan paginya tak akan ia lewatkan untuk dibaca.

Anak perempuan kecil itu kini tengah menetap fotonya. Wkwkwkwkk......

Selasa, 18 Mei 2010

Children


Sorot surya keemasan warnai atmosfer. Kusaksikan anak-anak kenakan mukenah putih dengan sajadah di pundak dan Qur'an terjaga di tangan. Langkah-langkah kaki ceria nan cekatan lintasi jalan Nusantara menuju masjid.

Tak terasa hampir delapan tahun aku berada di sini. Teguk airnya, hirup udaranya, nikmati suasananya.

Delapan tahun yang lalu, sungguh di luar dugaanku, bahwa aku akan berada di sini. Namun, itulah nikmat ketika aku tak mengerti apa yang ada di hadapanku. Ternyata Allah telah menyiapkan skenario lain di balik hijab manusia yang logis.

Aku rusakkan tali ukhuwah untuk sebuah perjalanan. Ya, perbedaan prinsip memang selalu ada. Sebuah keputusan besar karena harus korbankan ikatan keluarga. Karena prinsip yang berseberangan aku terpaksa kehilangan orang-orang yang kusayangi. namun, Subhanallah, Allah memberiku ganti dengan cuma-cuma.

Ya, aku kehilangan satu. namun Allah menggantikannya dengan 22 anak yang selalu hadirkan senyuman, tawa, dan sayang kepadaku. Selalu menyapaku. Sebarkan keceriaan di pagi hariku. Siap menghiburku dengan cerita-cerita kocak dan keluhan-keluhan mereka. Merekalah hiburan bagiku. Aku kehilangan satu yang sangat kusayangi, namu Allah menggantinya dengan 22 anak yang setia berikan rasa sayang padaku dan siap menunggu rasa sayang dariku. Anak-anak 1C tercinta.

Anak-anak 1C tercinta yang tiada pernah letih tuk hadirkan keceriaan, tawa, dan sayang. Meski kadang tak bisa kupungkiri kesabaranku menipis mendengar keluhan mereka. "Usth... ga bisa.......", "Usth... ini gimana?", "Usth... pensilku ga ada...", "usth... Mas Zakki nakal...". Yang ini belum selesai, datang anak yang lain mengadu. Ee..... sebelah sana pensilnya hilang, yang sini menangis, sebelah situ bertengkar. Hmm.... yang mana dulu nih? Yups, benar-benar butuh kesabaran ekstra. Mungkin seperti itu juga kali ya menjadi seorang Ibu. Lebih kaleee....... Apalagi seorang Ibu yang mempunyai banyak anak.

Kini, Allah memberiku hadiah lagi berupa anak-anak kelas 3A. Wah, kangen nih. Lama ga ketemu mereka. Hampir dua minggu. Yups, anak-anak 3A yang dengan berbagai kelebihan yang mereka miliki. Anak-anak yang cerdas, dan aktif. Si jenius Arza dengan hafalannya yang super cepat. Daffa dengan wawasannya yang luas. Sofi dengan mental keberanian yang luar biasa, begitu juga dengan Sasa. Khoris, Alwi, Yusfi, Qohar, Wulan yang kritikus dan bawel... Hehe...... Laras, Arimbi, Salma, Imas, Balqis, Lina, Sarah, Ayu, Chika, Cindy, Yaya, Ruyya, Kiki. Yusp, suasana kelas yang super aktif. Dan semua angkat tangan untuk bertanya ketika pelajaran berlangsung. Ya, merekalah generasi-generasi penerus Bangsa. Calon Pejuang-Pejuang islam. Amin.

Minggu, 16 Mei 2010

Thomas Cup

Tadi sempat liat pertandingan Thomas Cup Indonesia lawan China. Seru banget.

"Bismillah, kamu bisa!" Ucap slah satu temenku memberi support.
"Cayo2!"
"Ouw....!!!!", ketika bola yang dipukul Simon Susanto keluar garis
"Yee........"
"Yups, masuk!"
"Alhamdulillah"
"Yaahh...."
"Yes!"
"Ga pa2... jangan emosi"
"Yahh.... bakalan kalah ni Indonesia.", ketika Susanto tertinggal jauh di babak ke-3.
"ga' boleh gitu dong, Semangat!"
"Ayo, kamu bisa!"
"Ya Allah, berikan kemenangan bagi Indonesia"
"Out!"

Semua tegang..... semangat memberi support meskipun hanya menonton lewat televisi. Hehee...
Dan semua kecewa di akhir pertandingan. Ya, Indonesia kalah dari China dengan skor 3-0

Jadi inget my brother nih. Inget ketika dulu nonton badminton bareng di rumah. Segitu ngefannya sama rexy mainaki sampe2 anaknya dikasih nama rexy juga. Sekarang lagi nonton juga ga ya?

Cerpen "Harga Sebuah kejujuran"

Tadi baca cerpen Republika karya Yusrizal Firzal, berjudul "Harga Sebuah kejujuran" edisi Ahad 16 Mei 2010. Bagus cerpennya. Mendidik banget. Ada ga ya sosok seperti Agung Prasetyo? Tetap memegang prinsip kejujuran, meskipun teman-temannya saling menyontek. Yups, ada kebanggan di situ. Coba deh kamu baca cerpennya!

Dmitry Medvedev

Sabtu, 15 Mei 2010 aku menatap gambar Dmitry Medvedev di koran Republika. Dmitry Medvedev tengah menatap tajam mata Bashar Assad, presiden Suriah. Mungkin seorang politikus maupun presiden harus memiliki tatapan mata yang tajam gitu kali ya? Biar terlihat tegas. wkwkwkwkkk......... ada-ada aja ni.....

Kemerdekaan di atas Tanah Jajahan

'AS menginginkan agar HAMAS terlebih dahulu mengakui negara Israel dan menyerahkan persenjatannya agar kelompok ini diakui secara internasional". Begitu kutipan artikel yang kubaca dari koran Republika Sabtu, 15 mei 2010.

Bayangkan, kamu sebagai bangsa Indonesia. Kemudian tentara Belanda datang ke Indonesia menjajah dan menyerang wilayah Indonesia, dan hanya menyisakan satu kota kecil untuk bangsa asli Indonesia. Lalu penjajah Belanda memintamu untuk mengakui keberadaan negara Belanda hasil jajahan dari wilayah bangsa Indonesia. Belanda juga meminta agar pejuang bangsa Indonesia menyerahkan senjatanya.

Sebagai bangsa Indonesia, apakah Anda mau mengakui keberadaan negara Belanda hasil rampasan dari wilayah Anda? Aku yakin siapapun pasti tidak akan sudi mengakui keberadaan negara yang wilayahnya merupakan hasil jajahan.

Yups, mungkin seperti itulah nasib yang didera oleh bangsa Palestina. Mengakui keberadaan negara Israel yang merupakan hasil jajahan dari Palestina? Tentu saja hal itu sangat berat. Ditambah lagi dengan bentuk kekerasan dan pembunuhan tak berperikemanusiaan yang dilakukan israel. Seakan mati rasa. tak ubahnya seperti binatang.

Anehnya,pejuang yang membela dan memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya dari jajahan penjajah digeembor-gemborkan sebagai organisasi teroris. Sementara, sang penjajah, teroris yang sesungguhnya bebas memakai topeng pemberantas teroris.




Sabtu, 15 Mei 2010

Kasih Kekasih


by In-Team


Tak perlu aku ragui
Sucinya cinta yang kau beri
Kita saling kasih mengasihi
Dengan setulus hati

Ayah ibu merestui
Menyarung cincin di jari
Dengan rahmat dari Ilahi
Cinta kita pun bersemi

Sebelum diijabkabulkan
Syariat tetap membataskan
Pelajari ilmu rumahtangga
Agar kita lebih bersedia
Menuju hari yang bahgia

Kau tahu ku merinduimu
Ku tahu kau menyintaiku... oh kasih
Bersabarlah sayang
Saat indah kan menjelma jua

Kita akan disatukan
Dengan ikatan pernikahan... oh kasih
Di sana kita bina
Tugu cinta mahligai bahgia

Semoga cinta kita
Di dalam redha Ilahi
Berdoalah selalu
Moga jodoh berpanjangan

Pidato Akbar Madrasah Ibtidaiyah Nurussalam, Sambirejo, Mantingan, Ngawi, Jawa Timur





Yups, Calon Da'i dan Da'iyah masa depan
pejuang-pejuang Islam. Amin.

























Jumat, 14 Mei 2010

Matematika

Yups, kemaren barusan baca buku Matematika. Mereview kembali ingatan tentang pelajaran Matematika yang dulu pernah kupelajari. Matematika dulu sempat menjadi pelajaran favoritku. Ga' terasa, sudah lama juga ya ga bergelut dengan soal matematik.

Dalam aljabar Matematika, penjumlahan atau pengurangan dua bilangan atau lebih yang memiliki variabel yang berbeda tidak bisa dijumlahkan. Misalnya 2x + 3y hasilnya akan tetap 2x + 3y. Begitu juga dengan 3y - 2 x hasilnya sama dengan 3y -2x.

Namun tahukah anda, ternyata pernyataan tersebut tidak berlaku untuk beberapa variabel. Yups, ternyata ada beberapa koefisian dengan variabel yang meskipun berbeda, tapi tetap bisa dijumlahkan maupun dikurangkan. Masa sih? ga' percaya? Ini salah satu contohnya:

3 kali anda wudhu dikurangi satu kali anda buang angin hasilnya sama dengan nol.
Persamaan ini bisa ditulis dalam Matematika sebagai berikut:

3 wudhu - 1 buang angin = 0

Itu mengenai Aljabar.

Ada hal lain nih.
Selama ini dalam Matematika, berdasarkan akal manusia telah ditetapkan suatu perkalian dan pembagian sebagai berikut:

2 x 3 = 6
2 x 2 = 4
2 x 1= 2

2 : 2 = 1
2 : 1 = 2
2 : 0 = tak terdefinisi
2 : (-1) = -2
2 : (-2) = -1

0 : 2 = 0

Yups, bilangan apapun jika dibagi dengan angka 1, hasilnya sama dengan bilangan itu sendiri. Dan suatu bilangan jika dibagi dengan 0, maka hasilnnya tak terdefinisikan, karena 0 dikalikan bilangan apapun itu hasilnya adalah 0.

Saat ini Ilmu Matematika, berdasarkan akal manusia menyatakan pernyataan seperti yang tertulis di atas. Itu saat ini. Mungkin ga' ya suatu saat nanti akan ada suatu bilangan yang merupakan hasil dari pembagian yang dilakukan oleh 0?

Kamis, 13 Mei 2010

Kecepatan Cahaya

Ceritanya hari itu aku sedang baca-baca artikel di laptop temen. Ada sebuah power point yang isinya tentang rumus perhitungan kecepatan cahaya. Sebuah perhitungan Sains yang ternyata rumus tersebut telah ada dalam Al-Qur'an jauh sebelum rumus tersebut ditemukan oleh para ilmuan. Yups, sebuah rumus kecepatan cahaya yang ditemukan oleh Albert Einsten.

Rumus tersebut terdapat dalam Al-Qur'an surat As sajdah ayat 5

يُدَبِّرُ الأَمْرَ مِنَ لسَّمَاءِ إَِلَى لأَرْضِِ ثُمَّ يَعْرُجُُ إِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّوْنَ


"Dia mengatur urusan dari langit ke Bumi, kemudian (urusan) itu kembali kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu" (Q.S. Sajdah ayat 5).

Yups, jarak yang ditempuh oleh suatu urusan / cahaya selama satu hari = kecepatan cahaya x waktu selama satu hari = 12000 bulan x perhitungan panjang rute edar bulan selama 1 bulan.

C.t = 12000L
C.t = 12000 v.T

C= kecepatan cahaya
t = Waktu selama satu hari
L = panjang rute edar selama satu bulan
v = kecepatan bulan
T = periode revolusi bulan

Dari rumus tersebut dapat diketahui bahwa kecepatan cahaya adalah

C = 12000 v.T : t
C = 299.792,4998 km /detik

Dan ternyata hasil perhitungan tersebut hampir sama persis dengan apa yang ditemukan Einsten, juga yang ditemukan beberapa lembaga lainnya.

Hasil hitung Dr. Mansour Hassab Elnaby C = 299.792,4998 km/detik

Hasil hitung US National Bureau of Standard C = 299.792,4601 km/ detik
Hasil hitung British National Physical Labs C = 299.792,4598 km/detik

Hasil hitung General Conf on Measures C = 299.792,458 km/detik


Rabu, 12 Mei 2010

Semangat Ternyata Menular

Pernahkah engkau mendengar ungkapan سوء الخلق يعدي ? Yups, sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa akhlak tercela itu menular. Pertanyaan yang muncul adalah "Bagaimana dengan perbuatan baik? Apakah akhlak yang baik juga menular?".

Satu contoh dari perbuatan baik adalah semangat. Semangat dalam hal positif tentunya. Pernahkah kau mendengar ungkapan bahwa semangat itu menular? Yups, jika kau pernah mendengar ungkapan tersebut, cobalah perhatikan dan amati dalam kehidupanmu. Buktikan kebenarannya!

Dalam hal ini, aku sendiri telah membuktikannya. Ternyata semangat itu menular. Itu berdasarkan kesimpulan yang kudapat menurut pengamatanku. Ketika aku melihat teman-temanku rajin belajar, entah kenapa aku pun jadi ikutan semangat untuk belajar. Atau ketika aku sedang semangat and nyingkuk mengerjakan skripsi, teman-teman yang lain pun gak mau kalah. Begitu juga ketika ada temanku yang sedang merapikan lemarinya, aku pun jadi terinspirasi untuk merapikan lemariku yang super berantakan. Jadi inget seorang temenku coment "Kita lihat berapa lama lemari Luluk bertahan rapi." wkwkwkk.......

So, buat kamu-kamu, tetaplah semangat dan tularkan semangatmu, karena SEMANGAT ITU MENULAR.

Selasa, 11 Mei 2010

Pagi Ini

Pagi ini awan meraja
Lukiskan alunan merdu bayu
Dan kicau burung
Angin mematung
Menanti kedatangan mentari yang tersembunyi

Subhanallah
Segala Puji bagi Sang Pencipta
Nuansa batin yang tiada duanya
Karya-Nya

Skenario

Skenario itu mengalir indah
Alami....
Tinggalkan jejak di sanubari

Apa hikmah dari semua ini?

Mungkin agar aku tahu
Agar aku bisa membedakan
Agar aku bersyukur
Agar aku lebih kuat
Agar aku lebih bisa menatap tujuan ke depan
Agar aku yakin akan kuasa-Nya
Agar aku tiada bimbang

Jumat, 07 Mei 2010

Ujian Nasional.... Pentingkah?:

Akhirnya UN or Ujian Nasional berlalu. Tiap kali UN berlangsung....media massa pun tak mau kalah. Hampir semua media massa mencari berita yang berhubungan dengan Ujian Nasinal. Khususnya berita yang tergolong langka.

Jadi inget beberapa waktu lalu kita (aku and temen-temen) pernah sekilas diskusi or ngobrol-ngobrollah tentang Ujian Nasional. Themanya 'Ujian Nasional..... Pentingkah?". Yups, lumayan seru. Banyak perbedaan pendapat. Ada yang kontra, tapi ada juga yang pro dan menganggap Ujian Nasional tetap penting.

Kita sendiri sih belajar di pondok dengan kurikulum yang otonomi. Jadi, keberadaan Ujian Nasional sama sekali tidak mengganggu stabilitas pondok. Yups, jujur .... bersyukur banget aku ada di sini. Bisa merasakan ujian yang benar-benar ujian (ujian dalam arti sempit yaitu ujian pelajaran di kelas). Sama sekali tidak ada contek-mencontek, kerpek, atau kecurangan dalam bentuk apapun. Semua berkompetisi untuk mengukur diri secara sportif. Seberapa usaha kita dalam belajar, ya itulah yang kita dapatkan. Sebuah pendidikan kejujuran yang luar biasa. Langka. Sekali kau bermalas-malasan dan tidak belajar, jangan harap bisa menjawab soal. Karena soal yang diujikan bukanlah soal pilihan ganda yang bisa dijawab dengan peruntungan jika kau tidak bisa. Semua soal yang diujikan berupa uraian.

Yups, di sini aku bisa tahu seberapa besar aku bisa memaksimalkan diri dalam belajar. Jadi inget nih ketika aku duduk di bangku kelas 5 KMI. Ada seorang temenku dari anak 'adi' yang selalu mendapat nilai bagus ketika ulangan umum. Nilai ulangan umum bisanya bisa langsung dilihat di papan pengumuman ketika malam hari. Ketika aku begitu senang karena bisa mendapat nilai 8, dia mendapatkan nilai 9. Padahal untuk mendapatkan nilai 8 saja, aku merasa telah belajar semaksimal yang aku bisa. Yups, dia jauh lebih hebat dariku.

Ujian di sini jauh berbeda dengan ujian yang dulu pernah kualami sebelum masuk pondok. Dulu aku bisa dengan bebas memberi contekan atau meminta contekan. Ga sportif deh pokoknya. Ternyata budaya semacam itu sudah menjadi suatu hal yang biasa di lembaga-lembaga pendidikan. Bahkan untuk setingkat UN. Ujian yang dijadikan patokan untuk mengukur tingkat pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Yups, seakan menjadi sebuah rahasia umum. Kecurangan dalam ujian. Baik dengan cara mencontek, cari jawaban lewat sms, lewat guru, atau naudzubillah ada guru maupun pihak sekolah yang mengganti atau lebih tepatnya membetulkan lembar jawaban anak-anak sebelum diserahkan ke kantor Diknas.

Namun ternyata ada juga yang membenarkan tindakan tersebut dengan alasan Nilai Ujian Nasional tidak bisa dijadikan kualitas suatu lembaga pendidikan. Dan ditakutkan, jika ada lembaga pendidikan yang hancur nilai Ujian Naionalnya, maka mastarakat tidak akan mempercayai lembaga pendidikan tersebut, dan tidak lagi memasukkan anaknya ke situ. Padahal ukuran kualitas suatu lembaga pendidikan bukan hanya dilihat dari nilai Ujian Nasionalnya, namun yang lebih penting adalah pendidikan agama dan akhlak.

Tpi.. bagaimanapun hal itu tetap tidak bisa dibenarkan. Harusnya sebuah lembaga pendidikan berusaha dengan cara yang sportif. Pengutamaan pendidikan agama dan akhlak tidak bisa dijadikan pembenaran atas ketidak sportifan proses Ujian.

Yups, Ujian Nasional sendiri bahkan seakan menjadi momok yang menakutkan bagi para pelajar. Untuk sebuah nilai yang bagus, mereka halalkan segara cara. Tak mempedulikan proses. Yang terpenting lulus dan nilai tinggi. Bahkan setingkat melakukan hal-hal yang tidak rasionil, seperti meminum air yang sudah dido'ai, atau memakai pensil yang juga telah dido'ai.

Tentu saja hal-hal semacam itu memicu banyak kontroversi. Bahkan ada yang mengusulkan agar Ujian Nasional ditiadakan.

Yups, kembali ke diskusi kita. Ceritanya kita lagi saling membicarakan pro-kontra ada atau ditiadakannya Ujian Nasinal. Temen-temen yang basicnya anak pondokan sejak kecil cenderung pro ditiadakan Ujian Nasional. Alasannya karena Materi yang diujikan dalam Ujian Nasional hanya tiga materi yang cenderung umum. dan hal itu tidak bisa dijadikan patokan untuk mengukur kualitas pendidikan di Indonesia, apalagi banyaknya praktek-praktek kecurangan yang sudah menjadi budaya dan rahasia umum hampir di semua lembaga pendidikan. Selain itu Ujian Nasional juga memberikan dampak yang buruk bagi psikologi siswa. Ujian Nasional juga bisa berdampak buruk bagi lembaga pendidikan swasta maupun pondok-pondok pesantren. Lembaga pendidikan swasta maupun pesantren yang berada di bawah naungan pemerintah akan menjadi lebih menyibukkan diri dengan Ujian Nasional daripada hal-hal lainnya yang lebih penting, seperti pelajaran-pelajaran agama.

Mereka yang tetap setuju diadakannya Ujian Nasional pun punya alasan sendiri. Begini alasannya: Ujian Nasional sebenarnya baik. Prosedur cara pengawasan dan tata tertib yang diwajibkan pun juga bagus. Ujian Nasional sebenarnya juga punya tujuan yang baik, yaitu untuk mengukur kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dengan satu ukuran stsndar yang sama. Hanya saja prosesnya yang belum benar. manusia-manusia yang menjalankan proses tersebut yang salah. Guru-guru yang belum menjalankan aturan yang ada. Begitu juga siswa-siswi. Jadi dalam hal ini yang perlu dibenahi adalah proses Ujian Nasional itu, juga orang-orang yang menjalankannya. Guru harus tetap memegang idealisme kejujuran. Guru juga harus benar-benar sungguh-sungguh dalam mengajari anak-didiknya. Tentu saja kesungguhan tersebut harus juga dibarengi dengan kesungguhan siswa-siswi. Semua berjibaku untuk terus belajar, berusaha, dan berdo'a sungguh-sungguh. Kesungguhan dalam belajar tersebut tentunya tidak hanya dikhususkan untuk materi-materi yang diujikan dalam Ujian Nasional saja, namun dalam seluruh mata pelajaran. Karena pada hakekatnya adanya ujian agar kita belajar, bukan belajar untuk ujian. Selain itu guru dan siswa juga harus tetap memegang teguh jiwa kejujuran. Jangan sampai ada siswa maupun guru yang bermental curang. Selain itu harus juga diberikan pemahaman kepada masyarakat dan wali-wali murid bahwa Nilai Ujian Nasional bukanlah satu-satunya hal yang bisa menjadi ukuran kualitas suatu sekolah.

Munculnya berbagai praktek kecurangan dalam Ujian Nasional menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia maasih jauh dari standar.bbaik standar akademik maupun standar kejiwaan.


Rabu, 05 Mei 2010

Keadilan Palsu

Semua bertopeng
Hanya pura-pura
Tak ubah laksana pewayangan
Yang dikendalikan uang

Hakim palsu duduk di meja hijau
Jaksa palsu
Pembela umum palsu
Aturan palsu

Tenang saja....
Selama kau punya uang
Kau tak usah hadir di meja hijau
Gampang....
Pura-pura sakit ajalah
Atau... sekalian aja jalan-jalan ke Singapura
Tuh ada dokter yang mau uang
Jaksa?
Kasih uang ajalah
Hakim?
Ah, ga jauh beda kok


Minggu, 02 Mei 2010

Pluralisme



Tadi sore, ketika aku selesai memasukkan nilai ujian Mid Semester anak-anak, kulihat buku-buku Arie berantakan di lantai. "Tasawuf Mendamainakn Dunia". Sekilas terakam di mataku sebuah judul buku dengan sampul berwarna kuning kehijauan.

"Tasawuf?", tanyaku dalam hati. "Yups, kayaknya menarik deh. Siapa tahu aku jadi lebih banyak tahu tentang tokoh-tokoh tasawuf." Pikirku dalam hati. Kubaca nama penulis yang tertulis di bawah judul buku. " Media Zainul bahri, MA." Kemudian kulihat daftar isi di dalamnya. Dan ternyata isinya jauh dari dugaanku sebelumnya.

Penulis lebih banyak menyinggung tentang pluralisme. Penulis berusaha mencari pembenaran terhadap paham Pluralis. Bahasa lainnya mengakal-akalilah. Mencoba mencari pembenaran yang sekilas tampak masuk akal. dalam tulisannya, ia banyak berkiblat pada tokoh-tokoh yang terkenal dengan pemikiran mereka yang cenderung liberal.

Kecewa, juga geram ketika aku membaca buku tersebut. Geram dengan pemikirannya. Kecewa, karena sang penulis adalah seorang dosen di sebuah universitas Islam, alumni pesantren lagi. Jadi ingin tahu lebih dalam tentang biografinya. Kok bisa sih dia berpikiran begitu? Apakah tulisannya tersebut benar-benar keluar dari nuraninya? Atau.....

Bagaimana mungkinsemua agama dianggap benar, sedangkan Allah SWT. jelas-jelas menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad surat Al-Kafirun yang jelas-jelas merupakan penolakan yang tegas terhadap tawaran orang-orang kafir Quraisy, Juga surat Al-Maidah ayat 3 yang jelas-jelas menjelaskan bahwa agama Islamlah agama penyempurna yang diperuntukkan
bagi manusia. Juga ayat al-Qur'an yang menjelaskan bahwa agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam.

Kaum Muslimin di Madinah memang pernah hidup di satu wilayah bersama kaum yahudi dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan bukti bahwa Islam benar-benar memberikan sikap toleransi beragama yang tinggi. Bahkan, tiap kali umat Islam menguasai suatu wilayah atau menjadi mayoritas dalam suatu wilayah tertentu, umat Islam menghormati dan memberikan toleransi yang tinggi kepada pemeluk agama lain. Berbeda halnya jika umat Islam menjadi minoritas dalam suatu wilayah. Umat Islam yang menjadi minoritas dalam suatu wilayah tertentu sering didiskriminasikan. Namun perlu digaris bawahi, sikap toleransi beragama tersebut tidak sama dengan pluralisme, dan sama sekali tidak bisa diakal-akali untuk dijadikan alasan pembenaran terhadap paham pluralisme agama.

Bagaimana mungkin seorang muslim membenarkan kitab suci Injil yang sudah direvisi berulang-ulang oleh tangan-tangan dan otak-otak manusia untuk kepentingan kelompok tertentu?

Pemahaman arti "Ahli Kitab" yang dijelaskan oleh penulis dalam buku tersebut juga cenderung terlalu bebas. Bukan untuk mencari kebenaran. tapi lagi-lagi lebih memilih tafsir yang lebih banyak memberikan kecenderungan untuk bisa dijadikan sebagai suatu pembenaran terhadap paham pluralisme.

Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa semua agama memiliki kesatuan pesan yang sama. kesatuan agama-agama bukan dalam doktrin-doktrin, ajaran-ajaran, bentuk-bentuk, atau cara-cara ibadah, melainkan dalam esensinya, yaitu tauhid. Tentu saja pandangan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan Islam. Karena yang dimaksud dengan agama Islam bukan hanya tauhidnya saja, namun mencakup di dalamnya hukum-hukum syariat, cara-cara ibadah dll yang tidak bisa dipecah-pecah.

Bagaimanapun, semua agama berbeda. Jika penulis buku tersebut membenarkan semua agama dengan mengatakan bahwa esensi semua agama adalah sama, yaitu tauhid, pada hakekatnya tidaklah sama. Konsep tauhid dalam tiap-tiap agam berbeda. Satu contoh: Umat islam mengimani bahwa Allah SWT Maha Esa, dan Muhammad SAW merupakan nabi dan Rasul terakhir. Umat islam juga mengimai bahwa Isa as adalah seorang nabi. Kepercayaan ini tentunya berbeda dengan umat Kristen yang menganggap nabi Isa as sebagai anak Tuhan.

Memang, agama Nasrani, maupun yahudi juga mengakui kenabian nabi Ibrahim dan ajaran tauhidnya. namun, sejarah mencatat adanya penyelewengan-penyelewengan ajaran tersebut yang kini telah jauh dari keotentikannya. Dan Allah telah menjelaskan dalam Al-qur'an bahwa agama Islam merupakan penyempurna dari agama-agama sebelumnya.

Penulis buku tersebut sekan menawarkan bahwa Pluralisme mampu memberikan kedamaian bagi seluruh manusia. Benarkah?

Pluralisme yang membenarkan seluruh agama, pada hakekatnya merupakan suatu keyakinan baru. Pluralisme mampu mengikis tauhid di dalam diri. Lama-lama manusia akan beranggapan bahwa syariat-syariat agama, cara-cara beribadah, dll bukan merupakan suatu hal penting. Manusia lama-lama akan beranggapan bahwa yang terpenting hanyalah keyakinan dalam hati. Selanjutnya tidak tertutup kemungkinan manusia akan menganggap bahwa agama juga bukan suatu hal yang penting. Yups, Pluralisme dapat menafikan agama. atheis dong! Atau.... mungkinkah paham Pluralisme sengaja dimunculkan untuk mengikis keimanan umat Islam, yang selanjutnya berujung pada ketiadaan agama?







Sekilas Syafii Maarif

Tepatnya Selasa, 27 April 2010. Aku membaca Resonansi Republika yang ditulis oleh Ahmad Syafii Maarif, Salah seorang petinggi Muhammadiyah.

Enntah kenapa aku merasa janggal dengan Resonansi yang ia tulis. Ia banyak menyinggung tentang kebebasan berpikir. Seakan memutlakkan kebenaran hasil kebebasan berpikir. Padahal, akal dan cara berpikir manusia tidak mutlak benar. Akal manusia punya keterbatasan yang kadang tidak mampu dijangkaunya, baik disadari oleh manusia itu sendiri maupun tidak.

Syafii Maarif juga mengatakan bahwa kebebasan berpikirlah yang paling bertanggungjawab bagi mekar dan munculnya menara-menara peradaban sepanjang sejarah. Sebuah pertanyaan muncul di benakku, "Kebebasan berpikir yang bagaimana?", "bebas terserah akal manusia atau bebas berpikir tanpa mengindahkan batas-batas yang haq dan yang batil?", "lalu.... peradaban yang bagaimana yang dimaksud? Apakah peradaban yang tanpa moral seperti peradaban Barat yang mengagungkan kebebasannya? Kebebasan yang seakan tanpa batas. Kebebasan yang mengikis kebenaran.

Dalam artikel tersebut, ia juga mengusulkan agar merubah nama majlis tarjih dan tajdid dalam Muhammadiyah menjadi Majlis Tarjih dan Kemerdekaan Berpikir. Alasannya demi menghargai kerja keras intelektual para pendahulu. Mengapa Syafii Maarif lebih tertarik menggunakan istilah "Kemerdekaan berpikir" dari pada "Tajdid"? Kok berkesan liberal gitu ya? Bukankah istilah Majlis Tajdid itu juga merupakan ijtihad para tokoh Pendahulu Muhammadiyah?

Sore harinya, masih tanggal 27 April 2010, aku membuka laptop temenku. Ku klak-klik isinya. Subhanallah, Kok pas banget ya? Kutemukan sebuah artikel tentang tokoh Muhammadiyah yang satu ini. Yups, tentang Syafii Ma'arif dan beberapa kritik tentang pemikiran dan pernyataan-pernyataannya di media massa. Semua semakin membuatku yakin dan lebih tahu sedikitlah tentang pemikirannya.

Jujur, aku sebagai anggota Muhammadiyah (ga ada yang nanya neng!) merasa kecewa dengan pemikiran dan cara pandang sosok Syafii Maarif yang menurutku berkesan liberal.