AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Sabtu, 31 Maret 2012

Kakek.....




Cerpen ini kutulis....untuk kakek Sun Go Kong yang sakti, yang kadang berubah wujud menjadi The Mask, juga Last Samurai (ngakunya.... ets, jadi samurainya ya? hehee... becandaaa.... piisss....). Kakek... maafkan aku......
Laki-laki tua berkacamata itu duduk tenang di kursi kamarnya sambil menikmati udara senja yang menerobos masuk melalui jendela kamarnya. Ia duduk menghadap pemandangan di luar jendela kamarnya. Sesekali ia menatap ke luar jendela. Namun sejatinya bukan pemandangan di luar jendela yang sedang ia nikmati. Lagi-lagi ia hanya melamun. Tampak kerinduan terlukis di sorot mukanya.
Kembali matanya menatap sebuah buku yang dipegangnya. Kata demi kata ia membaca tulisan-tulisan tersebut dalam hati. Ya, buku itu tak lain adalah buku diary almarhum istrinya. Sejenak ia tersenyum, namun tak lama kemudian bulir air matanya menetes di buku diary tersebut. Entah tetesan air mata yang ke berapa puluh bahkan ratusan kali. Setiap ia membaca buku tersebut, ia tak mampu menahan air matanya untuk tak keluar.
Tepatnya tujuh tahun lalu, ketika ia mulai memasuki usianya yang ke enam puluh tiga tahun, istrinya meninggalkannya untuk selamanya. Penyakit paru-paru istrinya semakin parah. Ditambah lagi diabetes yang semakin memperburuk kesehatannya. Dua penyakit itu telah merenggut nyawa istrinya. Istri yang sangat dicintai dan mencintainya. Istrinya yang begitu tulus menerimanya apa adanya. Istrinya yang tak banyak bicara –tapi kalau sudah bicara lumayan bawel juga-, rendah hati, selalu mengalah dan berpikir positif, memberinya motivasi kala ia merasa letih, meredakan amarahnya, membuatnya tenang. Tak pernah ia mendengar sepatah kata pun keluhan dari istrinya.
Laki-laki tua itu bukanlah siapa-siapa. Dulu ia hanya seorang pemuda miskin yang mempunyai mimpi setinggi langit. Ia hanya seorang kuli lulusan SMA. Hebatnya, pemuda tersebut sangat lihai merayu para gadis. Mengirimkan sms-sms gombalan maut yang pasti mampu meluluhkan hati gadis manapun. Mungkin parasnya yang lumayan ganteng menjadi daya tarik tersendiri buat para gadis. Namun, sungguh malang, kisah cintanya selalu berakhir menyakitkan karena kondisi ekonominya yang kurang. -Ya, mayoritas perempuan ingin mendapatkan suami yang kaya-. Hingga ia bertemu dengan Niswah, seorang perempuan yang benar-benar tulus menerimanya apa adanya. Ikhlas mendampinginya dalam setiap pahit getir hidup yang dilaluinya. Perempuan yang tujuh tahun lalu meninggalkannya selamanya.
Ah, dalam dunia fisika, istrinya memang telah meninggalkannya. Namun, sejatinya ia tak pernah benar-benar meninggalkannya. Istrinya selalu menemaninya dalam tiap detak jantungnya. Istrinya selalu hadir dalam hatinya. Tiap saat.
“Lagi ngapain? Kamu mau tanya itu kan?”. Laki-laki tua tersebut membaca tulisan-tulisan di dalam buku yang dipegangnya. Tulisan yang tak lain adalah dialog mereka berdua lewat sms-sms. Tulisan yang ditulis entah berapa puluh tahun lalu.
“Nenek apa yang bisa terbang?” Ah, ini sms yang pernah dikirim istrinya.
“Nenek lampir.”
“Bukan.”
“Nenek naik pesawat terbang”
“Salah. Nyerah ni?”
“Nenek Niswah. hehehe”
------
“Apakah aku? Miring gak enak. Tengkurap gak enak. Enaknya terlentang.”, Kali ini sms darinya untuk istrinya.
“Topi”
“Salah”
“Sendal. Sepatu”
“Betul. 100 buat kamu. Hadiahnya seratus ciuman. Mau dicium kapan?”. Dia tersenyum membaca smsnya sendiri.
“Hmm!”
“Hadiahnya Cuma itu. Mau diambil gak?”
“Dasar u! fiktor!”
-----
“Monyet apa yang nyebelin?”, kali ini istrinya yang memberinya tebakan.
“Monyet yang dicium gak mau. Tapi Cuma smsan doang. Hahaha piss….”
“Hmm! Puas ngerjain?!”
“Belum puas sebelum cium monyetnya.”
“Nyebelin! Disini gak ada monyet!”
“Adanya Gorila. Hahaha”, balas si kakek.
------
“Nenek, kamu bisa masak apa?”
“Katanya kamu sakti? Harusnya tau dong. Gak perlu nanya”
“Ya udah, karena aku sakti maka kukutuk kamu jadi istriku. Amin”
------
“Nenek… Entar malam aku mau berdo’a kepada Allah yang segala sesuatu berada dalam kehendak-Nya. Ini do’aku. Ya Allah… Jika Niswah ini jodohku, maka dekatkanlah… Jika dalam ketetapanmu Niswah bukan jodohku, maka Engkau maha berkuasa mengubah ketetapanmu itu. Namun jika Niswah menolakku karena keinginannya sendiri, maka sesungguhnya adzab-Mu sangat pedih. Amiin.”
”Niswah, jika saja aku ini pria ganteng dan kaya, aku akan segera menemui ortumu… Pak.. Buk… Aku ini sudah naksir sama putrimu, maka izinkanlah aku menikahinya… Restui kami berdua serta doakan kami menjadi keluarga kaya raya yang penuh cinta… penuh berkah … penuh manfaat bagi agama dan sesama…” jadi kayak do’a di kartu aqiqoh aja nih. Hmmm gombalnya… (coment pembaca)
“Mungkin kami akan punya empat anak yang lucu-lucu… yang berbakti kepada kami ortunya, yang jika besar nanti akan membawa kemanfaatan yang besar bagi sesamanya.’
“Do’akan juga saya tidak poligami… namun jika terpaksa mungkin 3 istri lagi sudah cukup bagi saya…”
“Tapi percayalah pak… Buk… Aku sangat mencintai putrimu ini… walaupun aku poligami…”
“Pak… Buk… aku hanya bercanda… Aku tidak mungkin menduakan putrimu yang manis ini… do’akan kami tetap romantis hingga kakek nenek ya… ^_^”
Ckckck…. Laki-laki itu emang jago banget ya kalo masalah menggombal. Eh, siapa nih yang coment?
------
“Nenek…”, sms dari laki-laki tersebut
“Nenek… cewek itu mengajakku menikah. Tapi aku masih ragu dengannya. Apa aku ngakunya dah punya cewek aja?”
“Kamu yang jadi cewekku.” Tak ada balasan sms.
“ Tapi gimana?”, masih juga tak ada balasan.
“Ckckck kamu dah tidur pasti.”
“Pake mangap lagi.”
“Yah… malah ngiler…”
“Cium aja ah… hihihi”
“Q mau dongeng nih…”
“Dengerin sambil tidur ya…”
“Dahulu kala ketika aku masih usia dua tahun aku pernah diajak ke luar kota ke rumah saudara”
“Karena bannya kempes… akhirnya mampirlah aku di emperan rumah orang yang baru melahirkan.”
“Q masih ingat waktu itu salah seorang Pakdeku bilang bayinya namanya Niswah…”
“Konon, katanya balita yang mampir ke rumah orang yang baru melahirkan tanpa disengaja kelak akan jadi jodohnya…”
“Eh, ini serius…”
“Nenek…”
“Malah gak bangun kamu…!”
“Ya udah, tidur aja sana!”
“Moga gak mimpi apa-apa”
“Oh ya, dongengnya tadi bohong… daripada besok pagi kamu bilang aku tukang bohong. Aku ngaku duluan aja… Tapi… cerita temanku yang tadi beneran…”
------
“Nenek…”
“Ya”
“Manggil”
“Bayar”
“Manggil bayar?? Tapi cium gratis ya? Haha.”
------
“Lagi baca buku apa?” kali ini sms dari istrinya.
“Bukunya Ippo Santoso”.
“Apa judulnya?”
“10 jurus terlarang.”
“Tentang apa tu?”
“Tentang cara menjadi orang sukses”
“Emang apa aja tu jurusnya?”
“Jurus pertama, mulailah dengan yang kanan. Jurus 9 berikutnya kamu baca sendiri ja…”
“Jurus yang kedua apa?” Istrinya penasaran.
“Jurus kedua menikahlah” jawab si kakek.
“Jurus ketiga dengan saya.”, lanjut si kakek.
“Jurus keempat secepatnya.”
“Jurus 5 6 7 8 9 10 jangan lupa, menikahnya dengan saya.”
Laki-laki tua itu tersenyum mengusap air mata yang mengalir di pipinya yang berkerut dimakan usia. Ia tak lagi setampan yang dulu. Pun tak lagi suka merayu para gadis. Ia juga bukan pemuda miskin lagi. Ia kini tengah menjadi sosok seorang kakek. Lihatlah anak kecil berusia 6 tahun yang sejak tadi duduk asik di ranjangnya. Ia tak lain adalah cucu laki-lakinya. Tepatnya cucunya yang ke 7. Cucunya yang paling kecil dari ketiga anaknya. Sejak tadi anak kecil tersebut menatapnya prihatin. “kakek kangen sama nenek ya?”, ujarnya polos.
Sang kakek tersenyum mendengar pertanyaan cucunya.

Sekilas Tentang Ekonomi... ( eh, ekonomi apa ya?)


Satu lagi tambahan wawasan kudapat. Iseng aku membaca-baca majalah Gontor. Tentang Ekonomi Islam. Wawancara dengan Ahmad Muhajir, seorang entrepreneur. Ada beberapa wawasan menarik yang pelu kucatat. Setidaknya ini menjawab pertanyaan di benakku selama ini tentang bagaimana praktek ekonomi Islam.

Tentang bank.

Dalam akses modal, puluhan juta bahkan mungkin ratusan juta rakyat Indonesia saat ini mengumpulkan dana ke bank. Istilahnya many to few. Sekian banyak orang mengumpulkan dana di bank, tapi yang bisa mengakses hanya segelintir orang.

Praktiknya, tidak mudah pinjam dana di bank untuk usaha produktif, karena harus ada jaminan agunan dan sebagainya. Tapi kalau untuk kredit konsumtif sangat mudah. Akses capital ini harus diperbaiki sehingga tidak ada kesayangan.

Cara apa yang bisa dilakukan agar masyarakat tidak tergantung pada perbankan?

Koperasi menjadi salah satu modal, dimana sekelompok masyarakat bisa mengumpulkan capital untuk kepentingan bersama. Atau sekelompok petani jagung mengumpulkan capital untuk tanam jagung, nanti kalau panen dijual melalui koperasi dan membagi keuntungannya.

Jika koperasi BMT ini digalakkan, sebenarnya lebih dekat dengan solusi Islam. Jadi, bukan banyak orang yang mengumpulkan capital untuk digunakan segelintir orang semata. Tapi banyak orang yang mengumpulkan capital untuk digunakan bersama-sama, dengan peluang yang sama.

Konsep Islam itu simple. Orang yang memiliki modal tapi tidak memiliki kemampuan bisa bertindak sebagai shohibul mal, bekerjasama dengan orang yang tidak punya modal tapi memiliki keahlian bertindak sebagai mudharib. Prinsipnya adalah kepercayaan.

Permasalahan dalam akses nilai.

Sekarang ini, dunia telah didominasi oleh system kapitalisme, sehingga semua orang yang bekerja hasilnya dibayar dengan uang kemudian ditabung. Padahal, setiap orang yang menabung akan mengalami kerugian. Mengapa? Karena uang dipengaruhi oleh inflasi, yang selalu mengalami penurunan daya beli setiap tahunnya.

Misalnya, orang yang telah berusia 55 tahun setelah 30 tahun bekerja, apakah akan menikmati masa pensiunnya selama itu? Hasil jerih payahnya salama 30 tahun tidak ada artinya. Karena pada saat dibutuhkan, uangnya mengalami penurunan nilai. Artinya, dunia yang dikendalikan uang kertas akan merugikan orang banyak.

Apa solusi Islam untuk menghadapi penurunan akses nilai?

Nabi Yusuf telah memberi teladan tentang ketahanan ekonomi dalam surat Yusuf ayat 47 – 48. Caranya, menyimpan hasil panen selama tujuh tahun untuk menghadapi masa paceklik pada tahun-tahun berikutnya. Jika hasil panen itu disimpan dalam bentuk uang, maka dalam 4 tahun saja bisa turun nilainya.

Indonesia sudah sering menjadi korban, dimana setiap 4 tahun, rupiah mengalami penurunan nilai karena inflasi. Yang rugi disini bukan hanya Negara, tapi juga rakyat. Secara sistematik, sistem kapitalisme telah menciptakan kerugian besar bagi semua orang.

Sifat apa yang perlu ditanamkan untuk membangun kemandirian ekonomi umat?

Masyarakat perlu disadarkan akan dasar-dasar ajaran islam yang bisa menjadi modal kekuatan ekonomi. Seperti zuhud, dermawan, solidaritas, tolong-mtnolong (ta’awun) dan silaturrahim. Sifat zuhud ini bukan berarti harus miskin, tapi tidak menaruh harta di hati.

Coba lihat, berapa kali umat Islam pada zaman rasulullah melakukan perang dan membangun masjid. Program-program pendanaan tersebut bisa berjalan, karena para sahabat rela memberikan hartanya di jalan Allah. Semua bisa berjalan, meskipun belum ada lembaga keuangan seperti perbankan.

Minggu, 11 Maret 2012

Katakan TIDAK!! untuk Badmood



“Biasa… lagi badmood dia”, pernahkah engkau mendengar kata-kata semacam ini? Atau.. jangan-jangan itu dirimu sendiri?

Badmood, marah-marah, jelas bukan potret sikap seorang muslim. Dan sesungguhnya badmood itu merupakan salah satu bentuk keegoisan dalam diri seseorang. Childish banget deh. Waah, harusnya tinggal di hutan aja orang kayak gitu. Hidup tu bermasyarakat, jangan sampai kita seenaknya badmood terus marah-marah kepada orang-orang di sekitar kita. Emangnya orang-orang di sekitarmu babumu?


Seorang muslim tu harusnya ramah, murah senyum, bisa mengontrol emosi. Gak ada dalam kamus seorang muslim kata-kata “badmood”, karena badmood tu... bisa menyakiti perasaan orang lain lho…. Hayoo… bisa menular juga tau.

Bagaimana menyikapi orang yang suering sekali pake banget badmood? Diemin aja orang kayak gitu. Cuekin aja. Gak usah diajak bicara. Harus dikasih pelajaran. Daripada kalau ngomong nyakitin hati…. kan sakit… mendingan diem. Gak usah diajak ngomong. Anggap aja dia tidak pernah ada. Gak usah dipikirin.

Eh, bukankah seorang muslim dilarang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari? Hmmm… tergantung…. Saudara yang gimana dulu… kalau orang yang sering marah-marah dan ngomongnya pedes makan hati gitu, apa ia termasuk saudara kita? Gak banget deh punya saudara kayak gitu. Dari pada ngomong nyakitin hati, kan mending diemin aja.

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

PENDAHULUAN

Ketentuan penting dalam evaluasi adalah bahwa hasilnya harus sesuai dengan keadaan yang dievaluasi. Data evaluasi yang sesuai dengan kenyataan disebut data yang valid. Agar dapat memperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasi harus valid.

Validitas dan Reliabilitas merupakan ciri yang menandai tes hasil belajar yang baik. Untuk dapat menentukan apakah suatu tes hasil belajar telah memiliki validitas atau daya ketepatan mengukur, dapat dilakukan dari dua segi; Yaitu dari segi tes itu sendiri sebagai suatu totalitas dan dari segi itemnya sebagai bagian tak terpisahkan dari tes tersebut. Sedangkan Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama.

PEMBAHASAN

I. VALIDITAS

A. TENIK PENGUJIAN VALIDITAS TES HASIL BELAJAR

Penganalisisan terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, penganalisisan yang dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan dengan menggunakan logika. Kedua, penganalisisan yang dilakukan dengan mendasarkan diri kepada kenyataan empiris.

1. Pengujian Validitas Tes Secara Rasional (Validitas Logis)

Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika”, yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran.[1]

Tes hasil belajar yang setelah dilakukan penganalisisan secara rasional ternyata memiliki daya ketepatan mengukur, disebut tes hasil belajar yang telah memiliki validitas logika. Istilah lain untuk validitas logika adalah: validitas rasional, validitas ideal, atau validitas das sollen.

Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.[2] Dengan demikian maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas rasional, apabila setelah dilakukan penganalisisan secara rasional ternyata bahwa tes hasil belajar itu memang dengan tepat telah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas rasional ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi isinya, dan dari segi susunan atau kontruksinya.

a. Validitas Isi

Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah validitas yang ditilik dari segi tes itu sendiri sebagai alat pengukur belajar, yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.

Jadi, pembicaraan tentang validitas isi sebenarnya identik dengan pembicaraan tentang populasi dan sample. Kalau saja keseluruhan materi pelajaran yang telah diberikan kepada peserta didik atau sudah diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik kita anggap sebagai populasi, dan isi tes hasil belajar dalam mata pelajaran yang sama kita anggap sebagai sampelnya, maka tes hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut dapat dikatakan telah memiliki validitas isi, apabila isi tes tersebut dapat menjadi wakil yang representatif bagi seluruh materi pelajaran yang telah diajarkan atau telah diperintahkan untuk dipelajari.

Oleh karena materi yang diajarkan itu pada umumnya tertuang dalam Garis–Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang merupakan penjabaran dari kurikulum yang telah ditentukan, maka validitas isi yang sedang kita bicarakan ini juga sering disebut validitas kurikuler. Dalam praktek, validitas isi dari suatu tes hasil belajar dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar, dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan untuk masing–masing pelajaran; apakah hal–hal yang tercantum dalam tujuan instruksional khusus sudah terwakili secara nyata dalam tes hasil belajar tersebut ataukah belum. Jika penganalisisan secara rasional itu menunjukkan hasil yang membenarkan tentang telah tercerminnya tujuan instruksional khusus itu di dalam tes hasil belajar, maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas isinya itu dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki validitas isi.

Upaya lain yang dapat ditempuh dalam rangka mengetahui validitas isi dari tes hasil belajar adalah dengan jalan menyelenggarakan diskusi panel. Dalam forum diskusi tersebut, para pakar yang dipandang memiliki keahlian yang ada hubungannya dengan mata pelajaran yang diujikan, diminta pendapat dan rekomendasinya terhadap isi atau materi yang terkandung dalam tes hasil belajar yang bersangkutan. Hasil–hasil diskusi itu selanjutnya dijadikan pedoman atau bahan acuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan isi atau materi tes hasil belajar tersebut. Jadi kegiatan menganalisis validitas isi dapat dilakukan baik sesudah maupun sebelum tes hasil belajar dilaksanakan.

b. Validitas Kunstruksi.

Secara etimologis, kata “ konstrksi” mengandung arti susunan, kerangka , atau rekaan. Validitas konsruksi dapat diartikan sebagai validtas yang ditilik dari segi susunan, kerangka, atau rekaannya.

Adapun secra terminologis, suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi apabila tes hasil belajar tersebut telah dapat dengan tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori psikologis. Tentang istilah “ konstruksi dalam teori psikologis” ini perlu dijelaskan, bahwa para ahli di bidang psikologis mengemukakan teori yang menyatakan bahwa jiwa dari peserta didik itu dapat dirinci ke dalam beberapa aspek atau ranah tertentu. Benjamin S. Bloom misalnya merincinya dalam tiga aspek kejiwaan yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.

Yang harus selalu diingat disini adalah, bahwa dengan istilah validitas susunan bukanlah dimaksudkan bahwa tes yang bersangkutan dipandang sudah baik susunan kalimat soalnya, atau urut-urutan nomor butir soalnya sudah runtut, melainkan bahwa tes hasil belajar baru dapat dikatakan telah memiliki validitas susunan apabila butir–butir soal atau item yang membangun tes tersebut benar-benar telah dapat dengan secara tepat mengukur aspek–aspek berpikir sebagaimana telah ditentukan dalam tujuan instruksional khusus.

Validitas konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat dilakukan peganalisisannya dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek–aspek berpikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-aspek berpikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional khusus. Dengan demikian, kegiatan menganalisis validitas konstruksi ini dilakukan secara rasional, dengan berpikir kritis atau menggunakan logika. Jika secara logis atau secara rasional hasil penganalisisan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek berpikir yang diungkapkan melalui butir-butir soal tes hasil belajar itu sudah dengan tepat mencerminkan aspek-aspek berpikir, maka tes hasil belajar telah valid dari segi susunannya atau telah memiliki validitas konstruksi.

Seperti halnya pada penganalisisan validitas isi, maka penganalisisan validitas konstruksi juga dapat dilakukan dengan jalan menyelenggarakan diskusi panel. Pengujian validitas konstruksi tes ini pun dapat dilakukan baik sesudah maupun sebelum tes hasil belajar tersebut dilaksanakan.

2. Pengujian Validitas Tes Secara Empirik

Validitas empirik adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada pengamatan di lapangan.

Bertitik tolak dari itu, maka tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas empirik apabila berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil pengamatan di lapangan, terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar tersebut.

Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas empirik ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu dari segi daya ketepatan meramalnya dan daya ketepatan bandingannya.

a. Validitas ramalan.

Setiap kali kita menyebut istilah “ ramalan”, maka di dalamnya akan terkandung pengertian mengenai sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang, atau sesuatu yang saat sekarang ini belum terjadi dan baru akan terjadi pada waktu-waktu yang akan datang. Apabila istilah ramalan itu dikaitkan dengan validitas tes, maka yang dimaksud dengan validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.

Tes seleksi penerimaan calon mahasiswa baru pada sebuah perguruan tinggi misalnya, adalah suatu tes yang diharapkan mampu meramalkan keberhasilan studi para calon mahasiswa dalam mengikuti program pendidikan di perguruan tinggi tersebut pada masa-masa yang akan datang. Berdasarkan nilai-nilai hasil tes seleksi yang tinggi yang berhasil diraih oleh para peserta tes seleksi tersebut, maka mereka dinyatakan lulus dan dapat diterima sebagai mahasiswa pada perguruan tinggi tadi. Sedangkan para peserta tes seleksi yang nilai-nilai hasil tesnya rendah dinyatakan tidak lulus, dan karenanya tidak dapat diterima sebagai calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Yang menjadi pokok permasalahan sekarang adalah, bagaimana cara yang dapat ditempuh agar kita dapat sampai pada kesimpulan bahwa suatu tes telah memiliki validitas ramalan? Apabila kita perhatikan contoh yang telah dikemukakan di atas, dimana para peserta tes seleksi dengan nilai-nilai yang baik diramalkan kelak akan menjadi mahasiswa yang memiliki prestasi belajar yang baik pula, maka dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa validitas ramalan itu ditandai dengan adanya kesejajaran, kesesuaian, atau kesamaan arah antara nilai-nilai hasil tes seleksi yang diperoleh pada masa kini denga nilai-nilai hasil belajar mereka kelak.

Apabila tes seleksi yang telah dikemukakan di atas adalah merupakan tes yang sedang dipersoalkan validitas ramalannya, sedang nilai-nilai hasil belajar para mahasiswa di perguruan tinggi itu ditetapkan sebagai kriterium, tolok ukur, atau alat pembandingnya, maka dengan kenyataan-kenyataan seperti telah dikemukakan di atas, ternyata terdapat kesesuaian antara tes yang sedang diuji validitasnya, dengan kriterium yang telah ditentukan. [3]

b. Validitas Ada Sekarang

Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memilik validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah “ Sesuai”, tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada.

Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan suatu kriterium atau alat banding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan. Untuk jelasnya di bawah ini dikemukakan sebuah contoh.

Misalnya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk ini diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai ulangan tahun lalu. [4]

B. TEKNIK PENGUJIAN VALIDITAS ITEM TES HASIL BELAJAR

Validitas item dari suatu tes adalah ketetapan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut.

Apabila kita memperhatikan dengan cermat, maka tes-tes hasil belajar yang dibuat oleh para pengajar sebenarnya merupakan kumpulan dari sekian banyak butir-butir item. Setelah anak didik mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, pernyataan itu mengandung makna bahwa sebenarnya setiap butir item yang ada dalam setiap tes hasil belajar itu adalah merupakan bagian tak terpisahkan dari tes hasil belajar tersebut sebagai suatu totalitas.

Eratnya hubungan antara butir item dengan tes hasil belajar sebagai suatu totalitas dapat dipahami dari kenyataan bahwa semakin banyak butir-butir item yang dapat dijawab dengan betul oleh testee, maka skor total hasil tes tersebut akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin sedikit butir item yang dapat dijawab, maka skor hasil tes tersebut akan semakin rendah atau menurun.

Sebutir item dapat dikatakan telah memiliki validitas yang tinggi jika skor-skor pada butir item yang bersangkutan memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor totalnya.[5]

II. RELIABILITAS

1. Arti Reliabilitas Bagi Semua Tes

Suatu tes dapat di katakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.

Untuk dapat memperoleh gambaran yang tetap memang sulit karena unsur kejiwaan manusia itu sendiri tidak tetap. Misalnya kemampuan, kecakapan, sikap dan sebagainya berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Beberapa hal yang sedikit banyak mempengaruhi hasil tes dapat dikelompokkan menjadi tiga hal:

a. Hal yang berhubungan dengan tes itu sendiri, yaitu panjang tes dan kualitas butir-butir soalnya.

Tes yang terdiri dari banyak butir, tentu saja lebih valid dibandingkan dengan tes yang hanya terdiri dari beberapa butir soal. Tinggi rendahnya validitasnya menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas tes. Dengan demikian maka semakin panjang tes, maka reliabilitasnya semakin tinggi.

b. Hal yang berhubungan dengan tercoba (testee)

Suatu tes yang dicobakan kepada kelompok yang terdiri dari banyak siswi akan mencerminkan keragaman hasil yang menggambarkan besar kecilnya reliabilitas tes. Tes yang dicobakan kepada bukan kelompok terpilih, akan menunjukkan reliabilitas yang lebih besar daripada yang dicobakan pada kelompok tertentu yang diambil secara dipilih.

c. Hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes

Faktor penyelanggaraan yang bersifat adminisratif sangat menentukan hasil tes. Contoh:

1. Petunjuk yang diberikan sebelum tes dimulai

2. Pengawas yang tertib akan mempengaruhi hasil yang diberikan oleh siswa

terhadap tes.

3. Suasana lingkungan dan tempat tes.

2. Cara-Cara Mencari Besarnya Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil. Kriterium yang digunakan untuk mengetahui ketetapan ada yang berada di luar tes dan pada tes itu sendiri.

a. Metode bentuk paralel (equivalent)

Tes paralel adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan, tetapi butir-butir soalnya berbeda. Dalam menggunakan metode tes ini pengetes harus menyiapkan dua buah tes, dan masing- masing dicobakan pada kelompok siswa yang sama. Tanpa adanya tenggang waktu.

b. Metode tes ulang (test-retest method)

Dalam menggunakan metode ini, pengetes hanya memiliki satu seri tes tetapi dicobakan dua kali. Dan metode ini disebut single-test-double-trial method. Kemudian hasil dari kedua kali tes tersebut dihitung korelasinya. Untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan (ingatan) dan pemahaman, cara ini kurang mengena karena tercoba akan masih ingat butir-butir soalnya.

c. Metode belah dua atau split-half method

Dalam metode ini pengetes hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali. Membelah dua adalah membelah item atau butir soal.

Cara-cara membelah butir soal :

1. Membelah item-item genap dan item ganjil yang selanjutnya disebut belahan ganjil genap

2. Membelah atas item-item awal dan item akhir, yaitu separoh jumlah pada nomor-nomor awal dan separoh pada nomor-nomor akhir yang selanjutnya disebut belahan awal-akhir.

PENUTUP

Validitas dan Reliabilitas adalah diantara ciri yang menandai tes hasil belajar yang baik. Suatu tes dapat dikatakan valid jika tes tersebut memiliki daya ketepatan dalam mengukur. Teknik pengujian validitas tes hasil belajar sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penganalisisan yang dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional, dan penganalisisan yang dilakukan dengan mendasarkan diri pada kenyataan empiris. Sedangkan Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Adapun cara mencari besarnya reliabilitas suatu tes dapat dilakukan dengan metode paralel, tes ulang, dan belah dua.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Bumi Aksara, 2002)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007)

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)



[1] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Bumi Aksara), 2002, p.65

[2] Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta), 2007, p.2

[3] Prof.Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 1996, p. 163–168.

[4] Prof. Dr. Suharsini Arikunto, Op Cit, p. 68.

[5] Prof. Dr. Anas Sudijono, Op Cit, p.182-184.