Selangkah demi selangkah kakinya menapaki jalan... pelan... bahkan sangat pelan.... di usianya yang tengah bersinggasana tahta eyang putri. Dan tiap pagi.... pun senja hari... dan tiap hari... selalu... dan selalu... Lagi-lagi untuk perut. Untuk uang. Sungguh aku menangis melihatnya.
Ah, aku benci dirimu uang!
Sudah banyak dan banyak luka di hati karena uang.
Dan entah berapa banyak lagi potret menyayat batin karena uang.
Mereka yang berkipas uang uang, dengan nyaman duduk di mobil mewah, membeli baju dengan harga ratusan ribu bahkan jutaan, rekreasi ke tempat termahal dan terjauh sekalipun tak masalah.
Namun, lihatlah potret di samping mereka.
Ah, aku tak tega menjelaskannya.
Ada ribuan potret menyedihkan.
Ada luka...
Ada jutaan tangsi disana...
Inikah dunia???!!!
Dunia macam apa ini????!!!
Ini kesenjangan ekonomi yang harusnya tak boleh dibiarkan.
Dimana peran mereka yang suka menghambur-hamburkan uang?!
Hai kaum Borjuis!!
Ah, lupakan mereka.
Para borjuis itu terlalu egois menggendutkan perut dan keuarganya sendiri.
Hey, lihatlah, banyak juga di antara mereka para maling.
Wow, aneh.
Maling itu bisa tinggal di istana.
Petentang-petenteng membanggakan jabatan.
Ah, jabatan palsu.
Sejatinya mereka adalah maling.
Ya MALING!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar