AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Rabu, 09 Januari 2019

BAHAGIA ITU .....

Lama tak pernah mengunjungi blog. Hampir setahun vacum. Seakan terbelit dengan rutinitas hingga tak ada waktu untuk sekedar membuka blog. Dan hari ini, di saat jam istirahat sambil menunggu dosen untuk jam mata kuliah selanjutnya, kusempatkan untuk mengapload sebuah cerita menarik untukku.


Rabu, 02 Januari 2019
                Saat-saat terindah adalah saat dimana kita bisa berkumpul dan bertemu dengan orang-orang yang kita cintai, tentunya dalam suasana yang penuh rasa sayang dan cinta.
                Begitu pula yang terjadi kemaren, saat aku naik GoJek pribadi Gratis dengan pak sopir sang suami, jurusan Lamongan- Surabaya. Saat yang sangat membahagiakan. Meskipun kami tidak naik mobil mewah, namun rasa bahagiaku mungkin tak kalah dengan mereka yang sedang menaiki mobil-mobil mewah yang bersliweran di sampingku. Dan aku tahu sekarang…. Rasa bahagia itu bukan bersumber dari mewahnya mobil.
                Sambil tangan kiriku memegang erat suami, tangan kananku mengambil permen di dalam saku jaketku. Kubuka dengan gigiku. Sempat terbersit di otakku untuk membuang bungkus permen yang kumakan di jalan yang sedang kulewati sambil lalu. Namun urung, Alhamdulillah, “Dhomir”ku masih jalan. Sifat baikku menang. Kumasukkan kembali bungkus permen itu ke dalam jaketku. “Nanti sajalah kalau sudah sampai, buang di tempat sampah. Masa kalah sih Luk sama orang Jepang. Mereka yang non muslim saja begitu disiplin dalam hal membuang sampah. Masa dirimu yang mengaku sebagai muslim membuang sampah sembarangan. Mau bilang apa entar gue sama malaikat?!” Ujarku dalam hati.
                Satu lagi peristiwa yang masih kuingat dalam perjalanan kami kemaren. Ya, sempat kulihat kecelakaan sepeda motor tidak jauh di depan kami. Dua orang bapak-bapak berboncengan harus jatuh dari motornya akibat bersenggolan dengan mobil elit dari belakangnya. Suasana saat itu memang jalanan padat merayap. Bapak yang jatuh dari motor langsung bangkit. Sambil berjalan terseok dia menggedor kaca jendela mobil yang menabraknya sambil marah-marah. Sempat kulihat lengan sang bapak berdarah. Cuku parah. Namun sang pemilik mobil tak jua membuka jendela. Mungkin dia merasa ketakutan. Untung saja ada warga yang menenangkan. Yup, kembali aku diingatkan bahwa ketenangan dan kebahagiaan hati tidak bisa dibeli dengan mobil.