AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Jumat, 11 September 2009

Bukankah......



Bukankah sesama muslim itu bersaudara?
Bukankah umat muslim itu laksana bangunan yang saling menguatkan?
Bukankah umat muslim itu seperti satu jasad?
Bukankah tidak dikatakan beriman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya?
Bukankah tidak halal seorang muslim yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari?

Tapi......
Mengapa permusuhan itu begitu kuat?
Mendalam.....
Mendarah daging....
Seakan tiada termaafkan.
Penuh kedengkian

Tiada kelapangan dada
Tiada kejernihan hati
Juga tiada kesucian jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar