AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 16 Januari 2011

Kejujuran...

Anak remaja itu berjalan di antara hiruk pikuk manusia. Semua sibuk dengan urusan masing-masing. Tak ada yang mengajaknya bicara ataupun hanya sekedar menyapanya. Dan anak tersebut terus berjalan entah kemana. Mungkin ia hendak mencari sesuap nasi atau secuil makanan yang bisa mengganjal perutnya yang terus berteriak perih sejak tadi pagi hingga malam ini.

Namun... tiba-tiba kakinya berhenti melangkah. Dilihatnya lembaran uang yang trgeletak tepat di dekat kakinya. Dipungutnya uang tersebut. "Lima belas ribu.", ujarnya dalam hati. Nuraninya berkecamuk. Akankah ia mengambil uang temuan tersebut lalu menukarkannya dengan sesuap nasi, lalu membuat setan-setan tertawa karena dengan begitu darah haram telah mengalir dalam tubuhnya. Atau... ia serahkan saja uang tersebut kepada bagia operator untuk diumumkan siapa gerangan sang pemilik uang.

Dan setan mungkin kecewa, karena anak tersebut memilih pilihan yang kedua. Ia melangkah menuju kantor operator untuk menyerahkan uang temuannya tersebut.

Baru melangkah sekitar 100 meter, kembali langkahnya terhenti. Aneh, untuk kedua kalinya ia menemukan uang. Ya, dalam waktu yang hampir bersamaan. Kembali dipungutnya uang tersebut. Enam puluh ribu. Lebih besar dari uang yang ia temukan sebelumnya. "Apakah ini sebuah ujian?", pikirnya dalam hati. Ia semakin mantap untuk melangkah menuju kantor operator.

Tiba di kantor operator, ia menyerahkan uang temuannya tersebut. "tadi saya menemukan uang di jalan. 15 ribu di jalan depan maghrib. Yang 60 ribu di jalan antara Andalusia dan KOPDA.", jelasnya kepada sang operator.

Selesai dari kantor operator, ia melangkah menuju masjid yang letaknya tak jauh dari kantor operator. Ia duduk termenung di beranda masjid. Sayup-sayup ia dengarkan suara sang operator memberikan pengumuman. Ada rasa lapar mengiris perutnya. namun lebih dari itu, ada rasa nikmat, puas, dan kebanggaan tersembunyi dalam hatinya. Sebuah kebanggaan yang mahal harganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar