AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Selasa, 24 September 2019

Sebuah Drama Nyata di Baby Shop


Senin, 14 Januari 2018
                Kembali aku ingin bercerita. Sebuah peristiwa yag cukup berkesan di mataku.
                Ceritanya waktu iku aku dalam perjalanan pulang dari Surabaya menuju Lamongan,  Sabtu sore. Waktunya para pekerja, pelajar dan mahasiswa berakhir pekan. Penumpang Bus Dali Prima jurusan Bungurasih – Bojonegoro yang kunaiki membludak. Bahkan penumpang yang berdiri di dalam bus pun terpaksa harus saling berhimpitan. Di saat kondektur berhimpit melewati seorang wanita yang cukup muda di dekatku, wanita tersebut berteriak kesakitan. Kupikir kakinya terinjak oleh sang kondektur. Ternyata lebih parah dari itu, kaki wanita tersebut mengalami kram. Dia duduk menangis kesakitan. Kasihan. Sang kondektur dan beberapa penumpang yang berada di dekatnya ikut membantu. Seorang penumpang laki-laki pun berdiri memberikan tempat duduk untuk wanita tersebut. Pastinya ini menjadi pengalaman yang menyedihkan untuknya.
                Sampai di pertigaan Semlaran aku turun dari bus. Suamiku tengah menjemputku dan menungguku di depan Alfamart. Kami singgah di sebuah mushollah untuk melaksanakan sholat Maghrib berjamaah. Kemudian kembali singgah ke penjual roti bakar Bandung. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan dan singgah lagi di toko Baby Shop. Di toko inilah mata dan telingaku menjadi saksi atas kebohongan seseorang.
                Sampai di depan kasir aku harus mengantri karena di depanku ada dua orang pembeli yang siap untuk membayar. Seorang ibu muda berbadan gemuk pendek berbaju lengan pendek warna putih dan celana agak pendek yang juga berwarna putih dengan rambut warna keemasan terikat sanggul berdiri di sampingku. Nampaknya barang belanjaan ibu tersebut telah dihitung hingga seorang kasir bertanya “Uangnya mbak?”. Dan ibu muda tersebut mengatakan bahwa dia sudah memberikan uang 50 ribuan. Namun kedua kasir tidak ada yang merasa menerima uang. Si ibu tetap kekeh mengatakan bahwa dia sudah menyerahkan uang 50 ribuan, bahkan dia memeriksa barang-barang yang ada di atas meja, barangkali uangnya terselip di antara barang-barang yang ada di atas meja. Bukan Cuma itu saja. Dia bahkan mengeluarkan semua uang di dompetnya yang berjumlah 550 ribu. Dia mengatakan uangnya tadi berjumlah 600 ribu dan kini tinggal 550 ribu karena sudah dia bayarkan. Aku sendiri sempat bingung, siapa sebenarnya yang lupa. Apa dua orang kasir tersebut yang lupa atau si ibu tersebut? Atau mungkinkah si ibu tersebut berbohong? Seorang ibu yang tengah berdiri di samping meja kasir pun hanya terdiam tak berani berucap. Hingga akhirnya sang kasir mengalah dan memberikan uang kembalian kepada ibu tersebut dengan penuh keterpaksaan dan tanpa rasa ikhlas. Dan si ibu pun berlalu keluar toko sambil terus meyakinkan seolah-olah dia tidak berbohong.
                Ketika hendak pulang, aku menceritakan peristiwa yang kulihat di kasir tadi kepada suamiku. “O.... orangnya tadi ketawa ketawa waktu keluar dari toko.” , koment suami
                Astaghfirullah.... berarti si ibu tadi berbohong. Mana mungkin seseorang yang sedang mengalami konflik semacam itu bisa ketawa ketawa. Kalau dia jujur, harusnya dia tegang dong. Harusnya dia gak bisa ketawa. Apa yang diketawain coba? Kecuali dia sedang tersenyum gembira merayakan keberhasilan tipuan dan dramanya. Keren banget aktingnya. Banget banget keren. Akting dalam kejahatan. Enggak banget deh. Naudzubillah.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar