Bicara tentang cinta memang tidak akan pernah habis-habisnya. Hampir semua sinetron menayangkan kisah cinta. Apalagi cinta antara lawan jenis. Mulai dari kisah cinta Siti Nurbaya, Qois dan Laila hingga Romeo dan Juliet.
Memang benar asumsi orang selama ini bahwa cinta itu buta. Jika kita jatuh cinta pada seseorang, garam pun terasa manis. Semua kekurangan orang yang kita cintai seakan merupakan kelebihan di mata kita. Tak peduli pangkat, harta, dan rupa. Apalagi kalau bunga cinta itu mulai bermekaran. Makan ingat dia, tidur ingat si dia, tiada detik tanpa bayangannya. Seakan dunia milik berdua.
Cinta memang fitrah manusia. Tapi cinta kepada siapa dulu? Dan cinta yang bagaimana? Cinta kepada Allah berbeda dengan cinta kepada kedua orang tua, adik, ataupun kakak. Kalau cinta kepada lawan jenis yang bukan muhrim? Nah, ini nih penyakit yang sudah menjadi sahabat manusia zaman sekarang. Cinta kepada sesama muslim itu harus. Tapi, bentuk cintanya bukanlah cinta yang penuh dengan syahwat dan nafsu semata. Bukan cinta karena paras, harta, jabatan, dll. Kita tidak bisa mencari pembenaran untuk berhubungan akrab dengan lawan jenis dengan alasan “Inikan Cinta. Cinta Itu Fitrah”
“Tresno jalaran soko kulino”. Awalnya sih teman biasa. Lama-lama akrab, sering smsan, telpon, ngobrol, dan bercanda. Dan tanpa disadari suka sama suka, merasa tertarik lalu menjalin hubungan asmara yang disebut “Pacaran”.
Parahnya, remaja-remaja Muslim kita saat ini menganggap hubungan akrab dengan lawan jenis yang bukan muhrim itu suatu hal yang biasa. Bahkan, mereka bangga berstatus “pacar”, dan merasa malu jika belum mempunyai pacar. Para orang tua merasa hawatir karena anaknya belum punya pacar, dan baru bisa bernafas lega jika anaknya ada yang melindunginya, yaitu sang pacar. Padahal tidak ada jaminan sama sekali kalau sang pacar tersebut dapat dipercaya dan bisa bertanggung jawab, apalagi untuk melindungi. Yang terjadi justru kerugian yang harus dialami oleh si cewek, baik kerugian fisik maupun moril, disadari ataupun tidak.
“Pacaran adalah alat untuk saling mengenal sebelum memasuki jenjang pernikahan”. Siapa bilang? Yang ada justru kebohongan. Masing-masing merasa takut kalau kelemahannya diketahui oleh pacarnya. Yang ditunjukkan hanya yang baik-baik saja. Pernah lihat iklan shampoo sunsilk ga’? Ketika sang cowok datang ke rumah sang cewek. Tapi si cewek malah bingung mencari cara untuk menutupi rambutnya yang kering dan lepek. Itu tuh yang namanya kejujuran dan saling mengetahui?! Adanya juga saling menutupi kelemahan, takut diketahui.
Jika ditinjau dari kerugian yang dialami si cewek, sudah berapa banyak remaja putri yang hamil di luar nikah, ataupun hamil sebelum menikah. Hitung sendiri lah! Dan berapa banyak remaja yang berpacaran selama bertahun-tahun tapi ujung-ujungnya putus. Jadi, tidak ada jaminan kalau pacar kamu itu adalah calon suamimu.
Jelas sekali aturan yang telah ditetapkan oleh Yang Menciptakan Kita. “Janganlah kamu mendekati zina!”.
Masih mau pacaran? Kalau ya, berarti anda termasuk orang yang kalah. Kalah berperang melawan nafsu. Selamat ditertawakan oleh setan atas kebodohanmu.
Memang benar asumsi orang selama ini bahwa cinta itu buta. Jika kita jatuh cinta pada seseorang, garam pun terasa manis. Semua kekurangan orang yang kita cintai seakan merupakan kelebihan di mata kita. Tak peduli pangkat, harta, dan rupa. Apalagi kalau bunga cinta itu mulai bermekaran. Makan ingat dia, tidur ingat si dia, tiada detik tanpa bayangannya. Seakan dunia milik berdua.
Cinta memang fitrah manusia. Tapi cinta kepada siapa dulu? Dan cinta yang bagaimana? Cinta kepada Allah berbeda dengan cinta kepada kedua orang tua, adik, ataupun kakak. Kalau cinta kepada lawan jenis yang bukan muhrim? Nah, ini nih penyakit yang sudah menjadi sahabat manusia zaman sekarang. Cinta kepada sesama muslim itu harus. Tapi, bentuk cintanya bukanlah cinta yang penuh dengan syahwat dan nafsu semata. Bukan cinta karena paras, harta, jabatan, dll. Kita tidak bisa mencari pembenaran untuk berhubungan akrab dengan lawan jenis dengan alasan “Inikan Cinta. Cinta Itu Fitrah”
“Tresno jalaran soko kulino”. Awalnya sih teman biasa. Lama-lama akrab, sering smsan, telpon, ngobrol, dan bercanda. Dan tanpa disadari suka sama suka, merasa tertarik lalu menjalin hubungan asmara yang disebut “Pacaran”.
Parahnya, remaja-remaja Muslim kita saat ini menganggap hubungan akrab dengan lawan jenis yang bukan muhrim itu suatu hal yang biasa. Bahkan, mereka bangga berstatus “pacar”, dan merasa malu jika belum mempunyai pacar. Para orang tua merasa hawatir karena anaknya belum punya pacar, dan baru bisa bernafas lega jika anaknya ada yang melindunginya, yaitu sang pacar. Padahal tidak ada jaminan sama sekali kalau sang pacar tersebut dapat dipercaya dan bisa bertanggung jawab, apalagi untuk melindungi. Yang terjadi justru kerugian yang harus dialami oleh si cewek, baik kerugian fisik maupun moril, disadari ataupun tidak.
“Pacaran adalah alat untuk saling mengenal sebelum memasuki jenjang pernikahan”. Siapa bilang? Yang ada justru kebohongan. Masing-masing merasa takut kalau kelemahannya diketahui oleh pacarnya. Yang ditunjukkan hanya yang baik-baik saja. Pernah lihat iklan shampoo sunsilk ga’? Ketika sang cowok datang ke rumah sang cewek. Tapi si cewek malah bingung mencari cara untuk menutupi rambutnya yang kering dan lepek. Itu tuh yang namanya kejujuran dan saling mengetahui?! Adanya juga saling menutupi kelemahan, takut diketahui.
Jika ditinjau dari kerugian yang dialami si cewek, sudah berapa banyak remaja putri yang hamil di luar nikah, ataupun hamil sebelum menikah. Hitung sendiri lah! Dan berapa banyak remaja yang berpacaran selama bertahun-tahun tapi ujung-ujungnya putus. Jadi, tidak ada jaminan kalau pacar kamu itu adalah calon suamimu.
Jelas sekali aturan yang telah ditetapkan oleh Yang Menciptakan Kita. “Janganlah kamu mendekati zina!”.
Masih mau pacaran? Kalau ya, berarti anda termasuk orang yang kalah. Kalah berperang melawan nafsu. Selamat ditertawakan oleh setan atas kebodohanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar