AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Rabu, 04 Mei 2011

Media Massa?




Media Massa. Entah kenapa tiba-tiba muncul di otakku sebuah pikiran tentang media massa. Bingung hendak mengungkapkan opiniku ini kepada siapa, akhirnya kutulis sajalah. Kalau sudah ditulis/diungkapkan kan lega jadinya.

Mengapa tiba-tiba aku ingin bicara tentang media massa?

Ceritanya waktu itu aku sedang makan sambil nonton TV. Tepatnya nonton berita. Cukup serius juga sih beritanya. Tentang sekelompok organisasi yang diberi nama oleh media massa dengan sebutan NII. Melihat berita itu, orang-orang langsung heboh. Semua mengangguk kepada apa yang diberitakan oleh media massa.

Ya, lagi-lagi berita semacam itu. Kenapa Islam dibawa-bawa? Pastinya berita semacam itu akan menimbulkan asumsi buruk tentang Islam di mata mereka yang awam tentang Islam. Sempat terpikir juga sih di benakku akan kebenaran berita itu. Sudah validkah data-datanya? Atau jangan-jangan hal-hal semacam itu sengaja dimunculkan dengan tujuan untuk memberikan citra buruk terhadap Islam? Atau mungkinkah ada orang atau kelompok tertentu yang dengan sengaja merekayasa, mendanai, menentukan orang-orangnya, dan merancang alur cerita sedemikian rupa dengan tujuan untuk memberikan kesan bahwa Islam itu agama yang keras? Entahlah.

Karena peristiwa sekilas itulah aku jadi berkesimpulan tentang dahsyatnya pengaruh media massa dalam membentuk asumsi kita, bahkan bisa jadi setingkat membentuk cara berpikir, gaya hidup, dan kepribadian kita. Juga setingkat menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

Ketika media massa bilang A, semua orang ikut bilang A. Ketika media massa berwarna kuning, semua orang ikut mewarnai diri dengan warna kuning. Dan realita yang ada sekarang memang demikian. Media massa menyuguhkan cara berpakaian yang serba terbuka, pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bebas, berbagai aksesoris tubuh yang berlebihan (anting-anting bagi laki-laki, cat rambut, tato dll), dan gaya hidup yang glamor dan serba hedonis. Dan kita terhipnotis dengan suguhan-suguhan tersebut. Kita menerima dengan senang hati tanpa filter semua yang ditawarkan media massa.

Harusnya kita punya pedoman, mana yang boleh diikuti dan mana yang tidak perlu. Harusnya kita menyaring kembali kebenaran suguhan-suguhan tersebut. Harusnya kita bersikap skeptis dan jangan asal mengamini apa yang dikatakan media massa. Dan yang paling penting, harusnya kita tahu, siapa orang-orang di balik media massa saat ini.

Peran media massa memang benar-benar dahsyat. Jika di sekolah-sekolah ada guru-guru yang mengajarkan pengetahuan dan nilai-nilai hidup, maka di lingkungan masyarakat, media massa mengambil alih posisi “guru” tersebut.

Masih ingatkah Anda bagaimana pidato Bung Tomo disiarkan lewat radio hingga demikian dahsyat membakar semangat arek-arek Surabaya dalam memperjuangkan kemerdekaan? Yups, media massa punya andil.

Atau masih ingatkah anda dengan berita anak kecil yang meloncat dari jendela lantai atas rumahnya hendak terbang dengan pakaian Superman yang dipakainya gara-gara meniru aksi Superman dalam film yang dilihatnya? Lagi-lagi media massa.

Begitu juga ketika media massa seakan mengait-kaitkan aksi-aksi peledakan bom dengan Islam, orang-orang memandang sebelah mata terhadap Islam. Padahal Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak mengajarkan kekerasan.

Juga ketika media massa memberitahukan tentang keberhasilan NASA mengirim Neil Amstrong menginjakkan kaki di bulan untuk pertama kali. Mayoritas konsumen media massa mengangguk dan percaya. (Termasuk salah satunya aku). Ternyata belakangan kemudian, berita itu diragukan kebenarannya dengan penyangkalan-penyangkalan dan bukti-bukti yang cukup kuat.

Conclutionnya:

Tidak dipungkiri, media massa punya andil, peran, dan pengaruh yang cukup kuat dalam mewarnai kehidupan manusia. Maka, hendaknya kita berhati-hati terhadap kebenaran media massa. Pastinya orang yang berada di balik media massa ikut memberikan andil. Entah andil dalam bentuk apapun itu, langsung maupun tidak, jelas maupun samar dan tersembunyi. Dan hendaknya kita tahu siapa orang-orang di balik media massa saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar