AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Jumat, 05 Februari 2010

Yahya Ayash dan Nusaibah Kecil

Waktu itu adalah hari pertamaku masuk kelas bersama anak-anak MI Nurussalam. Tahun 2006. Tepatnya aku ada di ruang kelas satu. Ketika perkenalan, aku sempat terkesan dengan seorang anak yang bernama "Yahya Ayash".

"Kok namanya Yahya Ayash?", tanyaku.
"Iya", jawabnya.
"Tahu ga Yahya Ayash itu siapa?", lanjutku.
"Tau.", jawabnya
"Siapa?", aku kembali bertanya.
"Pahlawan Palestina.", terangnya.
"Kok tahu? Tahu dari mana?", selidikku.
"Kata Abi.",

Waa... kayaknya Ayahnya mengidolakan Yahya Ayash deh. Yups, mujahid sejati.

Terus ada juga siswi kelas 3 yang bernama "Nusaibah".

"Nusaibah artinya apa sih mbak?", tanyaku.
"Nusaibah itu seorang perempuan yang hidup di zaman nabi Muhammad yang merelakan anak-anaknya berjuang di jalan Allah. Gitu kata Ayah", terangnya kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar