AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Kamis, 03 Februari 2011

Detik-detik Keruntuhan Kekuatan Amerika Serikat (bagian 1)

Selama beberapa dekade (belum beberapa abad), Amerika Serikat diberitakan secara meluas ke seantero dunia, sebagai sinar simbol kemajuan dan mewakili sebuah negara super power yang maju dan “hebat”. Hampir sebagian besar penduduk dunia dibuat terkesima dan terpesona melihat apa yang diproklamasikan sebagai “kemajuan peradaban Amerika Serikat”. Tidak tertinggal juga, banyak elit Indonesia juga “tersandung” dengan seringkali mengajak Pemerintah dan rakyat Indonesia untuk meniru gaya hidup dan beberapa budaya rakyat Amerika, agar nusantara ini juga bisa menjadi negara maju!

Di atas podium dan mimbar, suara Amerika (Voice of America) terdengar menggema. Tokoh ekonomi, politik dan banyak lagi, begitu tersihir dan memberikan pujian tanpa henti, serta ada yang menjadikan Amerika sebagai kiblat pemikiran dan pengambilan kebijakannya.

Dilihat runtut beberapa tahun yang lalu (bukan beberapa abad yang lalu), berdasarkan banyak fakta, kondisi bahwa Amerika masih kokoh sebagai pilar ekonomi dan model bagi beberapa ahli ekonomi di seluruh dunia, mungkin mendekati benar. Itu adalah “novel” yang diterbitkan pada saat Amerika memang sedang mencapai “zaman keemasan”, zaman di mana banyak negara-negara di dunia, masih tumbuh benih-benih ketakutan dan kekhawatiran terhadap sumber kekuatan Amerika, Senjata Nuklir, yang sudah secara nyata mampu meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Diakui atau tidak oleh pengamat, hubungan antara Senjata Nuklir Amerika dengan kemajuan ekonomi jelas bersambungan. Hubungan antara “tangan tirani” yang diberlakukan oleh Amerika terhadap negara-negara yang “tidak tunduk” sangat nampak dan tidak bisa dilepaskan. Kemajuan sebuah negara seolah ditentukan oleh elit Amerika, di manapun negara itu berada. Jika tidak bisa ditundukkan dengan cara frontal, maka digunakan cara invisible, agar rezim sasaran menjadi hancur, kemudian digantikan dengan rezim baru yang pro-Amerika, seperti apa yang dilakukan di Irak, Afghanistan, dan banyak negara lainnya, pada kurun tahun 1950 sampai 1990-an.

Namun, cerita zaman keemasan Amerika sudah berlalu. Detik-detik keruntuhan Amerika sudah di ambang mata. Jika Amerika tidak melakukan perilaku terorisme terlihat atau tidak terlihat di beberapa negara dalam kurun waktu tahun 1950-1990-an, mungkin dunia masih akan segan dan takjub terhadap kedigdayaan Amerika. Tetapi, tangan politik Amerika yang dilumuri darah, telah memberitakan informasi yang bertentangan dengan opini positif terhadap Amerika yang sudah terbangun selama hampir 50 tahun. Terbongkarnya berbagai jenis kejahatan tersembunyi Amerika terhadap banyak rezim di seantero dunia, membuka mata dunia, bahwa Amerika Serikat bukanlah model yang patut ditiru dan dijadikan sebagai kiblat, baik dalam pemikiran maupun tindakan. Tentunya keruntuhan ekonomi Amerika ini juga terkait dengan kekuatan senjata nuklir Amerika yang sudah bukan hak milik Amerika Serikat saja.

Dunia saat ini sudah melihat Amerika Serikat sebagai sebuah negara yang setara dan sebuah “negara bagai macan ompong”. Kekuatan Amerika bukan kekuatan tunggal yang patut ditakuti dan dipuji-puji, dalam segi apapun. Sehingga wajar, jika banyak pemuja Amerika yang saat ini masih selalu mengagungkan Amerika, harus mulai mencari model negara yang patut mendapat pujian dan menjadi rujukan. Kenyataan, bahwa kekuatan Amerika sudah tidak kuat lagi, bahwa kehebatan Amerika sudah tidak hebat lagi, bukan cerita mistis dan fiksi belaka.

Dalam berbagai sensus dan penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini semakin menunjukkan bahwa pengaruh resesi ekonomi AS sudah meningkatkan kemunduran Amerika. Tercatat, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan di Amerika Serikat melonjak pada tahun 2009 menjadi 43,7 juta, jumlah tertinggi sejak Badan Sensus Amerika Serikat mulai mengumpulkan data orang miskin Amerika.
Hampir 4 juta orang lebih di Amerika Serikat hidup di bawah ambang kemiskinan pada 2009 dibandingkan tahun 2008, atau kurang dari 22.000 dolar per tahun untuk setiap keluarga dari empat anggota, kata Kepala Divisi Perumahan dan Ekonomi Rumah Tangga Biro Sensus AS, David Johnson kepada wartawan, Kamis, 16 September 2010.

Tingkat kemiskinan meningkat dari 13,2 persen pada 2008 menjadi 14,3 persen pada 2009 — atau satu dari tujuh orang – mencapai tingkat tertinggi sejak 1994, kata Johnson sewaktu Biro Sensus mengumumkan laporan tahunan tentang kemiskinan, asuransi dan pendapatan. “Tapi tingkat itu 8,1 persentase poin lebih rendah dari tahun 1959, tahun pertama estimasi tersedia,” katanya.

Sebenarnya banyak pengamat ekonomi mengeluarkan statement yang demikian rumit dan ilmiah. Tetapi sebab utama harus dipahami, bahwa kemiskinan Amerika tersebut disebabkan oleh banyaknya dana mengalir bukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Amerika, tetapi untuk meningkatkan perang dan menumpahkan darah di negara lain!


http://suaramuhibbuddin.wordpress.com/2010/11/17/detik-detik-keruntuhan-kekuatan-amerika-serikat-bagian-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar