AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Senin, 23 April 2012

JeJeEs



Jum’at, 20 April 2012 dalam sebuah masjid di Ponorogo, setelah sejak sore aku muter-muter di Sasana Praja Ponorogo bersama dua temanku (ada booksfair disana). Adzan Maghrib menyeru kami tuk singgah sejenak di masjid itu.
Kutatap sajadah dan tembok putih itu. Ah, sudah berbulan-bulan aku tak menghadirkan diri di masjid. Aku lalai dalam kesibukan fana dunia, hingga tak kuluangkan waktu untuk sekedar sholat berjama’ah.
Dan memoriku asik memutar potret masjid di Gontor Putri 1. Shaff depan, tepat depan tembok putih pas, tempat favoritku dulu. Di situ aku merasa dunia seakan berada dalam genggamanku. Aku merasa begitu dekat dengan Robbku. Sebuah rasa yang tak ternilai. Ada ketenangan batin yang dahsyat. Ketika air mata deras mengalir, dan wangi bunga-bunga puji dan do’a terangkai indah.
“Labbaikalloohumma labbaik”, aku menghadap-Mu ya Rabb. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku rindu bersua dengan-Mu.
“Allahumma innii dzolamtu nafsii, faghfirlii”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar