AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Senin, 23 April 2012

Pernahkah Engkau sebel or benci ma seseorang?


Pernahkah Engkau sebel or benci ma seseorang?
Kuacungi jempol, empat jempol dech buat kamu yang gak pernah mengenal rasa sebel, jengkel, atau benci ma orang lain. Suer.
Bukannya Q sok atau gimana-gimana ya… tapi jujur, ku tu termasuk salah satu dari sekian orang yang gak suka pake banget-banget kuadrat punya perasaan sebel atau benci ma orang lain. Q tu maunya hidup tu… damai… tulus… saling menyayangi… gak usah dech marah-marahan, bad mood, apalagi diem-dieman ma orang lain.
Nah, parahnya nich… saat ini aku sengaja diem ma orang lain. Lho? Gimana tho? Ya gimana lagi coba.  Bukannya aku sok paling bener. Tapi suer, Q gak kuat cuy kalau kayak gini terus. Dah cukup hati ini menahan. Dah cukup sudah kesabaran ini (jadi inget kata mbak Waqi’, “Sabar itu tiada batas dek…”). Tapi kurasa kali ini sikap sabar bukan solusi yang paling tepat. Dan kurasa sabar itu juga ada tempatnya kali ya. Gak semua kondisi harus disikapi dengan sabar. Kalo kita dijajah n ditindas-tindas terus, masa harus sabar terus? Ya gak lah… dan kutemukan solusi yang kurasa tepat. Yup, solusi yang paling tepat adalah DIAM SERIBU BAHASA (Wuih… kayak apa aja nich). Gila, baru kali ini seumur hidupku aku berinteraksi ma orang yang kayak gini.
Hati… maafkan aku, kali ini kubiarkan kau membenci seseorang. Mulut… Lidah…. Maafkan aku, kali ini kubiarkan kau diam kepada seseorang. Aku membenci bukan tak beralasan. Aku diam pun bukan berarti tak beralasan juga. Aku membenci perangainya yang sering melukai hati orang lain. Aku membenci cara bicaranya yang ketus  melukai hati, membuat orang lain jadi naik darah. Sama sekali tiada  rasa sayang. Dari pada aku marah, lebih baik aku menganggapnya tiada.
So, cuekin, diemin aja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar