AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 11 Maret 2012

PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA

PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan mengalami sebuah perubahan, yaitu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. Dan lebih dari itu, dengan pendidikan, manusia akan sangat tinggi derajatnya. Dengan demikian, pendidikan merupakan upaya mulia dalam rangka menghilangkan kebodohan. Sebagaimana yang dikatakan Immanuel Kant bahwa manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan.[1]

Tentu saja pendidikan tidak hanya terbatas pada ruang sekolah saja. Sekolah bukan satu-satunya sarana untuk memperoleh pendidikan.. Pendidikan dapat diperoleh dari luar sekolah seperti lingkungan sekitar dan alam. Proses pendidikan dapat dilakukan dimana saja dan kapan pun kita berada. Tidak hanya oleh anak – anak. Orang dewasa pun memerlukan pendidikan. Baik ia sadari ataupun tidak disadari.

PEMBAHASAN

Orang dalam berhubungan dengan orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari perbuatan yang dilakukan dan menyadari pula situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran ini tidak hanya mengenai tingkah laku yang sudah terjadi, tetapi juga tingkah laku yang mungkin akan terjadi.[2]

Orang dewasa yang ikut program pendidikan orang dewasa pada umumnya tidak tamat sekolah dasar. Maka mereka cenderung bersifat :[3]

1. Ingin mengikuti pelajaran tingkat rendah

2. Rendah diri merasa tidak mampu

3. Mudah patah semangat

4. Merasa tak berdaya menghadapi situasi dan lingkungan

5. Menghormati guru dengan berlebihan

6. Kurang percaya manfaat pelajaran yang dipelajari pada kehidupan hariannya.

Oleh karena itu, pendidikan tidak lagi dapat ditekankan pada kepentingan penyelenggara dalam menebarkan misinya di tengah masyarakat. Sebaliknya, pendidikan dituntut untuk mempertimbangkan posisi dirinya sebagai fasilitator masyarakat dalam mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengembangkan diri. Pendidikan dituntut untuk memenuhi apa yang dibutuhkan pasar, dan bukan apa yang hendak ditebar di tengah masyarakat. Apa yang hendak diberikan kepada masyarakat bukan terletak pada kebutuhan lembaga untuk menyuguhkannya. Artinya, materi yang diajarkan dalam lembaga pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.[4]

Untuk menghadapi kecenderungan sifat yang ada pada orang dewasa tersebut, tentu saja diperlukan adanya pendekatan – pendekatan yang penting untuk kelancaran dalam proses pendidikan. Pendekatan – pendekatan tersebut berupa :[5]

1. Problem Centered Approach ( Pendekatan pemusatan masalah ). Guru atau tutor mengarahkan pengalaman belajar pada kehidupan para peserta sehari–hari. Namun motivasi mereka tetap lemah apabila mereka tidak dilibatkan sehingga mereka memiliki rasa kurang percaya diri. Mereka harus dirangsang dengan diskusi agar belajar berpikir, sehingga berperan aktif yang akhirnya terjalin kounikasi antar para peserta.

2. Pendekatan Proyektif ( Projective Approach ) dengan cara :

a. Diberi foto–foto suatu peristiwa. Namun ini tidak merangsang bila tidak dikaitkan dengan masalah yang mereka hadapi.

Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat seseorang pada suatu hal yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat yang telah ada. Misalnya seorang peserta didik menaruh minat pada olahraga balap mobil. Sebelum pendidik memberikan materi, pendidik dapat menarik perhatian peserta didik dengan menceritakan sedikit mengenai balap mobil yang baru saja berlangsung, kemudian sedikit demi sedikit diarahkan ke materi pelajaran yang sesungguhnya.[6]

b. Diskusi tentang tokoh – tokoh, cerita pendek dalam radio, TV dll.

c. Dengan cerita mereka ingin memahami dan menafsirkan. Sangat menguntungkan bila dalam cerita itu ada masalah yang tidak dapat dipecahkan, sehingga mereka berlatih untuk menganalisa. Di antara tanda mereka mulai berlatih menganalisa dan memecahkan masalah bila telah terdengar dari mereka kata – kata; Kalau saya…, menurut saya….. dst.

3. Pendekatan Perwujudan Diri ( Self Actualization Approach ) dikenalkan oleh Abraham Maslow. Untuk memberikan gambaran manusia secara utuh ada ciri–ciri utama, yaitu :

a. Proses terpusat pada peserta didik didasari pada pembangkitan percaya pada kemampuan diri sendiri untuk mengatur kehidupan setiap harinya. Pendidik sebagai fasilitator harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri. Maka pendidik hendaknya tidak memonopoli proses pendidikan.

Pendidik harus banyak memberi kebebasan pada peserta didik untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, dan mencari masalah sendiri. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri sehingga peserta didik tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain.[7]

b. Peer learning yaitu belajar bersama kawan dalam kelompok. Dimulai dari penumbuhan hubungan yang dilandasi saling percaya. Fasilitator memperlakukan anak didik sebagai kawan yang sederajat, saling menerima pendapat yang lain. Hubungan yang baik antara pendidik dan peserta didik menyebabkan peserta didik menyukai pendidiknya, menyukai materi yang dipelajari, yang akhirnya ia akan berusaha mempelajarinya dengan sebaik-baiknya.

c. Membantu timbulnya Self Concept, untuk diketahui sejauh mana seorang peserta memandang dirinya memiliki andil dalam perubahan. Peserta didik dirangsang untuk berani mengemukakan pendapat dan prakarsa yang konsruktif dan bukan sekedar tanggapan.

d. Imaginasi kreatif, yaitu mencari pemecahan masalah dengan khayalan yang bebas melampaui batas analisa rasional. Masyarakat desa pada umumnya lebih suka menyesuaikan diri dengan keadaan dari pada mengadakan inovasi.

Jadi pendekatan self actualization itu menggunakan metode dan materi yang menjadikan individu ataupun kelompok mampu menemukan cara-cara memecahkan masalah. Tutor merangsang peserta didik untuk dapat berkomunikasi dan belajar dari pengalaman setiap peserta. Tujuan strategi ini adalah untuk merubah mereka dari menerima pesan dari luar yang pasif menjadi komunikator dan pembuat keputusan yang aktif.

PENUTUP

Orang dewasa yang ikut program pendidikan orang dewasa mereka cenderung rendah diri dan merasa tidak mampu, mudah patah semangat, merasa tak berdaya menghadapi situasi dan lingkungan, dan kurang percaya manfaat pelajaran yang dipelajari pada kehidupan hariannya.

Maka pendidikan dituntut untuk mempertimbangkan posisi dirinya sebagai fasilitator masyarakat dalam mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengembangkan diri. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pendekatan – pendekatan tertentu, di antaranya Pendekatan Pemusatan Masalah, Pendekatan Perwujudan Diri, dan Pendekatan Proyektif.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Akrim Mariyat, Drs. H.Dipl.A.Ed., Andragogy, 2005.

Abu Ahmadi, Drs. H., Psikologi Sosial, Cet. Ke-2, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002.

Bagian Kurikulum KMI.,Psikologi Pendidikan, Cet. Ke-1, Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, 1424 H.

M. Arfan Mu’ammar, At-Ta’dib : Gagasan Pendidikan Ivan Illich, Fakultas Tarbiyah ISID., Ponorogo , 1428 H.



[1] M. Arfan Mu’ammar, At-Ta’dib : Gagasan Pendidikan Ivan Illich, ( Fakultas Tarbiyah ISID: Ponorogo ), 1428 H., Hal.142

[2] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi sosial, ( Rineka Cipta: Jakarta ), Hal. 161

[3] Drs. H. M. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed., Andragogi, Hal.23

[4] M. Arfan Mu’ammar Op Cit, Hal.171

[5] Drs. H. M. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed., Op Cit, Hal. 23-24

[6] Bagian Kurikulum KMI, Psiologi Pendidikan, ( Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo ), Hal. 159

[7] Ibid, Hal. 165

Tidak ada komentar:

Posting Komentar