AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Sabtu, 31 Maret 2012

Kakek.....




Cerpen ini kutulis....untuk kakek Sun Go Kong yang sakti, yang kadang berubah wujud menjadi The Mask, juga Last Samurai (ngakunya.... ets, jadi samurainya ya? hehee... becandaaa.... piisss....). Kakek... maafkan aku......
Laki-laki tua berkacamata itu duduk tenang di kursi kamarnya sambil menikmati udara senja yang menerobos masuk melalui jendela kamarnya. Ia duduk menghadap pemandangan di luar jendela kamarnya. Sesekali ia menatap ke luar jendela. Namun sejatinya bukan pemandangan di luar jendela yang sedang ia nikmati. Lagi-lagi ia hanya melamun. Tampak kerinduan terlukis di sorot mukanya.
Kembali matanya menatap sebuah buku yang dipegangnya. Kata demi kata ia membaca tulisan-tulisan tersebut dalam hati. Ya, buku itu tak lain adalah buku diary almarhum istrinya. Sejenak ia tersenyum, namun tak lama kemudian bulir air matanya menetes di buku diary tersebut. Entah tetesan air mata yang ke berapa puluh bahkan ratusan kali. Setiap ia membaca buku tersebut, ia tak mampu menahan air matanya untuk tak keluar.
Tepatnya tujuh tahun lalu, ketika ia mulai memasuki usianya yang ke enam puluh tiga tahun, istrinya meninggalkannya untuk selamanya. Penyakit paru-paru istrinya semakin parah. Ditambah lagi diabetes yang semakin memperburuk kesehatannya. Dua penyakit itu telah merenggut nyawa istrinya. Istri yang sangat dicintai dan mencintainya. Istrinya yang begitu tulus menerimanya apa adanya. Istrinya yang tak banyak bicara –tapi kalau sudah bicara lumayan bawel juga-, rendah hati, selalu mengalah dan berpikir positif, memberinya motivasi kala ia merasa letih, meredakan amarahnya, membuatnya tenang. Tak pernah ia mendengar sepatah kata pun keluhan dari istrinya.
Laki-laki tua itu bukanlah siapa-siapa. Dulu ia hanya seorang pemuda miskin yang mempunyai mimpi setinggi langit. Ia hanya seorang kuli lulusan SMA. Hebatnya, pemuda tersebut sangat lihai merayu para gadis. Mengirimkan sms-sms gombalan maut yang pasti mampu meluluhkan hati gadis manapun. Mungkin parasnya yang lumayan ganteng menjadi daya tarik tersendiri buat para gadis. Namun, sungguh malang, kisah cintanya selalu berakhir menyakitkan karena kondisi ekonominya yang kurang. -Ya, mayoritas perempuan ingin mendapatkan suami yang kaya-. Hingga ia bertemu dengan Niswah, seorang perempuan yang benar-benar tulus menerimanya apa adanya. Ikhlas mendampinginya dalam setiap pahit getir hidup yang dilaluinya. Perempuan yang tujuh tahun lalu meninggalkannya selamanya.
Ah, dalam dunia fisika, istrinya memang telah meninggalkannya. Namun, sejatinya ia tak pernah benar-benar meninggalkannya. Istrinya selalu menemaninya dalam tiap detak jantungnya. Istrinya selalu hadir dalam hatinya. Tiap saat.
“Lagi ngapain? Kamu mau tanya itu kan?”. Laki-laki tua tersebut membaca tulisan-tulisan di dalam buku yang dipegangnya. Tulisan yang tak lain adalah dialog mereka berdua lewat sms-sms. Tulisan yang ditulis entah berapa puluh tahun lalu.
“Nenek apa yang bisa terbang?” Ah, ini sms yang pernah dikirim istrinya.
“Nenek lampir.”
“Bukan.”
“Nenek naik pesawat terbang”
“Salah. Nyerah ni?”
“Nenek Niswah. hehehe”
------
“Apakah aku? Miring gak enak. Tengkurap gak enak. Enaknya terlentang.”, Kali ini sms darinya untuk istrinya.
“Topi”
“Salah”
“Sendal. Sepatu”
“Betul. 100 buat kamu. Hadiahnya seratus ciuman. Mau dicium kapan?”. Dia tersenyum membaca smsnya sendiri.
“Hmm!”
“Hadiahnya Cuma itu. Mau diambil gak?”
“Dasar u! fiktor!”
-----
“Monyet apa yang nyebelin?”, kali ini istrinya yang memberinya tebakan.
“Monyet yang dicium gak mau. Tapi Cuma smsan doang. Hahaha piss….”
“Hmm! Puas ngerjain?!”
“Belum puas sebelum cium monyetnya.”
“Nyebelin! Disini gak ada monyet!”
“Adanya Gorila. Hahaha”, balas si kakek.
------
“Nenek, kamu bisa masak apa?”
“Katanya kamu sakti? Harusnya tau dong. Gak perlu nanya”
“Ya udah, karena aku sakti maka kukutuk kamu jadi istriku. Amin”
------
“Nenek… Entar malam aku mau berdo’a kepada Allah yang segala sesuatu berada dalam kehendak-Nya. Ini do’aku. Ya Allah… Jika Niswah ini jodohku, maka dekatkanlah… Jika dalam ketetapanmu Niswah bukan jodohku, maka Engkau maha berkuasa mengubah ketetapanmu itu. Namun jika Niswah menolakku karena keinginannya sendiri, maka sesungguhnya adzab-Mu sangat pedih. Amiin.”
”Niswah, jika saja aku ini pria ganteng dan kaya, aku akan segera menemui ortumu… Pak.. Buk… Aku ini sudah naksir sama putrimu, maka izinkanlah aku menikahinya… Restui kami berdua serta doakan kami menjadi keluarga kaya raya yang penuh cinta… penuh berkah … penuh manfaat bagi agama dan sesama…” jadi kayak do’a di kartu aqiqoh aja nih. Hmmm gombalnya… (coment pembaca)
“Mungkin kami akan punya empat anak yang lucu-lucu… yang berbakti kepada kami ortunya, yang jika besar nanti akan membawa kemanfaatan yang besar bagi sesamanya.’
“Do’akan juga saya tidak poligami… namun jika terpaksa mungkin 3 istri lagi sudah cukup bagi saya…”
“Tapi percayalah pak… Buk… Aku sangat mencintai putrimu ini… walaupun aku poligami…”
“Pak… Buk… aku hanya bercanda… Aku tidak mungkin menduakan putrimu yang manis ini… do’akan kami tetap romantis hingga kakek nenek ya… ^_^”
Ckckck…. Laki-laki itu emang jago banget ya kalo masalah menggombal. Eh, siapa nih yang coment?
------
“Nenek…”, sms dari laki-laki tersebut
“Nenek… cewek itu mengajakku menikah. Tapi aku masih ragu dengannya. Apa aku ngakunya dah punya cewek aja?”
“Kamu yang jadi cewekku.” Tak ada balasan sms.
“ Tapi gimana?”, masih juga tak ada balasan.
“Ckckck kamu dah tidur pasti.”
“Pake mangap lagi.”
“Yah… malah ngiler…”
“Cium aja ah… hihihi”
“Q mau dongeng nih…”
“Dengerin sambil tidur ya…”
“Dahulu kala ketika aku masih usia dua tahun aku pernah diajak ke luar kota ke rumah saudara”
“Karena bannya kempes… akhirnya mampirlah aku di emperan rumah orang yang baru melahirkan.”
“Q masih ingat waktu itu salah seorang Pakdeku bilang bayinya namanya Niswah…”
“Konon, katanya balita yang mampir ke rumah orang yang baru melahirkan tanpa disengaja kelak akan jadi jodohnya…”
“Eh, ini serius…”
“Nenek…”
“Malah gak bangun kamu…!”
“Ya udah, tidur aja sana!”
“Moga gak mimpi apa-apa”
“Oh ya, dongengnya tadi bohong… daripada besok pagi kamu bilang aku tukang bohong. Aku ngaku duluan aja… Tapi… cerita temanku yang tadi beneran…”
------
“Nenek…”
“Ya”
“Manggil”
“Bayar”
“Manggil bayar?? Tapi cium gratis ya? Haha.”
------
“Lagi baca buku apa?” kali ini sms dari istrinya.
“Bukunya Ippo Santoso”.
“Apa judulnya?”
“10 jurus terlarang.”
“Tentang apa tu?”
“Tentang cara menjadi orang sukses”
“Emang apa aja tu jurusnya?”
“Jurus pertama, mulailah dengan yang kanan. Jurus 9 berikutnya kamu baca sendiri ja…”
“Jurus yang kedua apa?” Istrinya penasaran.
“Jurus kedua menikahlah” jawab si kakek.
“Jurus ketiga dengan saya.”, lanjut si kakek.
“Jurus keempat secepatnya.”
“Jurus 5 6 7 8 9 10 jangan lupa, menikahnya dengan saya.”
Laki-laki tua itu tersenyum mengusap air mata yang mengalir di pipinya yang berkerut dimakan usia. Ia tak lagi setampan yang dulu. Pun tak lagi suka merayu para gadis. Ia juga bukan pemuda miskin lagi. Ia kini tengah menjadi sosok seorang kakek. Lihatlah anak kecil berusia 6 tahun yang sejak tadi duduk asik di ranjangnya. Ia tak lain adalah cucu laki-lakinya. Tepatnya cucunya yang ke 7. Cucunya yang paling kecil dari ketiga anaknya. Sejak tadi anak kecil tersebut menatapnya prihatin. “kakek kangen sama nenek ya?”, ujarnya polos.
Sang kakek tersenyum mendengar pertanyaan cucunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar