Pendidikan semakin lama semakin melambung harganya. Baik dari tingkat dasar apalagi perguruan tinggi. Untuk mendapatkan pendidikan, orangtua harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, bisa ratusan ribu, jutaan, bahkan ratusan juta. Jika fenomena ini terus berlanjut lama-lama sekolah bukan lagi sebagai lembaga pendidikan, namun bisa menjadi lembaga bisnis. Tempat cari uang.
Selama ini sebagian orang berasumsi bahwa kualitas lembaga pendidikan bisa dilihat dari jumlah biaya yang yang harus dibayar. Benarkah hal itu? Apakah sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang membebankan biaya yang nominalnya tinggi tersebut telah berhasil mencetak generasi seperti yang diharapkan? Sudah benarkah pemanfaatan dana yang ada dalam sekolah selama ini? -baik dana yang diambil dari wali murid maupun dana dari negara-. Atau jangan-jangan uang tersebut malah lebih banyak masuk ke kantong-kantong guru?
Menengok realita yang ada sekarang, pemerintah jelas telah memberikan dana untuk pendidikan jauh lebih besar dari sebelumnya. Baik untuk lembaga pendidikan itu sendiri ataupun untuk tenaga pengajarnya. Pemerintah memberikan dana tunjangan buat para guru, juga dana sertifikasi guru, yang pada ujungnya ternyata malah menjadi ajang untuk mendapatkan uang yang lebih. Ya, untuk kepentingan pribadi. Apakah uang yang diterima guru tersebut mampu meningkatkan etos kerja mereka dalam mendidik? Sudahkan guru-guru tersebut menyertakan ruh dan semangat mereka dalam mengajar? Sudahkan guru-guru tersebut menganggap murid-muridnya di kelas sebagai anak-anak mereka sendiri?
Memang, menjadi guru bukanlah hal yang mudah. menguras tenaga dn pikiran. Namun, di situlah tantangannya. Dan hal tersebut jangan sampai dijadikan alasan untuk mendapatkan upah yang lebih.
Pendidikan yang semakin mahal lama-lama hanya akan bisa dijangkau oleh orang-orang berkantung tebal. Kasihan sekali anak-anak yang berpotensi namun kondisi ekonomi keluarga tidak mendukungnya.
Selama ini sebagian orang berasumsi bahwa kualitas lembaga pendidikan bisa dilihat dari jumlah biaya yang yang harus dibayar. Benarkah hal itu? Apakah sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang membebankan biaya yang nominalnya tinggi tersebut telah berhasil mencetak generasi seperti yang diharapkan? Sudah benarkah pemanfaatan dana yang ada dalam sekolah selama ini? -baik dana yang diambil dari wali murid maupun dana dari negara-. Atau jangan-jangan uang tersebut malah lebih banyak masuk ke kantong-kantong guru?
Menengok realita yang ada sekarang, pemerintah jelas telah memberikan dana untuk pendidikan jauh lebih besar dari sebelumnya. Baik untuk lembaga pendidikan itu sendiri ataupun untuk tenaga pengajarnya. Pemerintah memberikan dana tunjangan buat para guru, juga dana sertifikasi guru, yang pada ujungnya ternyata malah menjadi ajang untuk mendapatkan uang yang lebih. Ya, untuk kepentingan pribadi. Apakah uang yang diterima guru tersebut mampu meningkatkan etos kerja mereka dalam mendidik? Sudahkan guru-guru tersebut menyertakan ruh dan semangat mereka dalam mengajar? Sudahkan guru-guru tersebut menganggap murid-muridnya di kelas sebagai anak-anak mereka sendiri?
Memang, menjadi guru bukanlah hal yang mudah. menguras tenaga dn pikiran. Namun, di situlah tantangannya. Dan hal tersebut jangan sampai dijadikan alasan untuk mendapatkan upah yang lebih.
Pendidikan yang semakin mahal lama-lama hanya akan bisa dijangkau oleh orang-orang berkantung tebal. Kasihan sekali anak-anak yang berpotensi namun kondisi ekonomi keluarga tidak mendukungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar