AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 17 Oktober 2010

200 Rupiah



Ceritanya waktu itu aku sedang belanja di pasar desa. Kusaksikan dan kudengar seorang nenek penjual nasi menawar harga sayur bayam yang ditawarkan oleh ibu-ibu tua sang penjual sayur bayam. tawaran dari 700 rupiah menjadi 500 rupiah. Tawaran yang memakan waktu cukup lama dengan berbagai argumen dari masing-masing pihak untuk sebuah uang 200 rupiah. Begitu berharga uang 200 rupiah buat mereka. 200 rupiah pasti sama sekali tak berharga di mata mereka yang bermobil mewah atau di mata para pejabat. Sebuah kesenjangan sosial yang begitu jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar