AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Kamis, 09 April 2009

Dalam bis

Ketika itu aku sedang duduk di samping ibuku dalam sebuah bis Cendana kecil dari terminal Bojonegoro menuju terminal Ngawi. Alhamdulillah, aku dan ibuku mendapat tempat duduk. Beberapa penumpang berdiri berdesakan karena tidak lagi kebagian tempat duduk. Kalau tidak salah waktu itu berkisar tanggal 7 Syawal. Jadi arus balik masih ramai.
Entah waktu itu aku kelas berapa KMI. Yang pasti Ibuku belum tega membiarkanku berangkat sendiri dan masih setia mengantarku sampai pondok tercinta, Gontor Putri 1. Hehee.... anak mami juga nih!
Baru berjalan beberapa menit, bis berhenti. Tampaknya sopir bus masih sangat bernafsu mencari penumpang meskipun bis sudah mengerang karena terlalu sesak. Seorang ibu muda sambil menggendong anaknya yang masih sangat kecil -sekitar satu tahunanlah- bergabung dalam bis. Entah kenapa naluri kemanusiaanku jalan juga. Aku merasa kasihan melihat ibu itu. Tapi aku tidak langsung berdiri. Kulirik ibuku memberi isyarat kalau aku ingin berdiri dan memberikan tempat dudukku kepada ibu muda yang sedang menggendong anaknya tersebut. Namun.... Ibuku menggeleng. Aku kecewa. Tapi aku tidak menyerah. Kupaksa Ibu untuk memberiku izin. masih dengan isyarat, tanpa suara. Akhirnya Ibuku kalah. Hehe.....
Ibu mengingatkanku bahwa perjalanan masih dua jam. Masih lama. "Kuat ga berdiri dua jam?". Aku mengangguk. Ibu pun mengangguk juga akhirnya. Yes! berhasil.
Aku lantas berdiri dan mempersilahkan ibu muda tadi -entah siapa namanya, ga terpikir untuk kenalan- duduk di samping Ibuku.
Cape juga sih berdiri hampir dua jam. Tapi ada rasa puas. Nikmat.
Heeemmmm, jadi teringat beberapa tahun sebelum itu. Ketika aku masih duduk di bangku Mts. Peristiwanya juga terjadi dalam bis. Bis yang kutumpangi bersama Ibu dari Surabaya menuju Lamongan. Ketika itu aku dan ibuku sama-sama berdiri karena semua tempat duduk sudah penuh. Ibuku menggendong keponakanku (waah dah jadi tante nih!) yang berumur dua tahun (Aku sayang banget nih sama dia. kangen nih lama ga ketemu). Sedih..... ga ada seorang pun yang mau berdiri. Setelah beberapa lamaa.... keponakanku menangis ingin duduk. Tapi semua tempat duduk sudah penuh. Akhirnya ada juga seorang pemuda yang bersedia memberikan tempat duduknya kepada ibuku. Thanks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar