AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Jumat, 23 Oktober 2009

Akhi......

Sepertinya ada suara motor berhenti di jalan depan rumah. Siapa ya? Kutengok keluar. Masya Allah, Kakak Masruhan datang ke rumah. Hmmm.... cukup lama aku tidak bertatap muka dan ngobrol dengannya. Penampilannya sekarang benar-benar berbeda. Sekarang ia tampak kucel dengan jenggotnya. Baju yang dipakai juga panjang selutut. Celananya cingkrang di atas mata kaki. Katanya sih biar tidak terkena najis, terus.... dilarang memanjangkan pakaian, harus di atas mata kaki. Sunnah Rasul, dll. Hmmm... mau jadi sufi ni?

Ia datang bersama istri dan kedua anaknya. Subhanallah, istri dan keponakanku pun memakai cadar.

Entah sejak kapan kakakku seperti itu. Menjadi ekstrim. Tidak lagi berjabat tangan dengan yang bukan muhrim, tidak lagi merokok, dan mengatakan bahwa rokok itu haram. Tidak lagi menonton televisi ataupun mendengarkan musik, meskipun itu lagu-lagu nasyid dan sholawat. Sekarang juga ada bekas hitam di keningnya. Ku juga tidak tahu apakah itu asarussujud atau entah kenapa. Yang tidak berubah, ia tetap ramah, dan supel.

Jadi ingat waktu hari raya kemaren. Ketika ada banyak tamu di ruang tamu (laki-laki dan perempuan jadi satu), ia yang baru datang langsung memberi ultimatum "Tamu laki-laki di ruang tamu. Yang perempuan di dalam", Heheheee....

Yang mengejutkan lagi ketika ia memberitahuku bahwa anaknya tidak disekolahkan di SD lagi. Tapi dimasukkan pondok. "Jadi ga ada namanya ijazah", begitu katanya. Alasannya ia kontra dengan sekolah-sekolah sekarang. Hampir semua sekolah cenderung sekuler. Yang diajarkan hanya masalah dunia. Sama sekali tidak mengajarkan tauhid, Allah, Rasulullah, dan Al-Qur'an. Pelajaran agama Islam dinomorduakan. Padahal yang paling utama untuk dipelajari adalah tentang tauhid, dan Al-Qur'an.

Pernah ada yang bertanya pendapatnya tentang Amrozi dan tindakan pengeboman yang kata media massa sih pelakunya orang muslim. Ternyata ia kontra dengan hal itu. Memang Amrozi juga dari pondok salaf, tapi mungkin pemahamannya yang berbeda. Wallahu 'alam.

Kakakku.....
Meski bukan bukan seperti Abdurrahman bin Auf yang kaya
Juga bukan seperti Kholifah Usman bin Affan
Namun aku bangga .......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar