AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Sabtu, 22 Mei 2010

Anak Perempuan Kecil

Aku menatap sebuah foto. Foto seorang anak perempuan kecil sekitar umur 4 tahun. Anak kecil dengan pita rambut mungil terpasang di kepala sambil memegang boneka kesayangannya. Tak tampak senyum di raut mukanya. Aku pernah mendengar cerita bahwa anak kecil tersebut menangis sebelum difoto.

Yups, anak perempuan kecil yang sering bermain bersama teman-temannya sepulang sekolah. Mulai bermain pasar-pasaran, masak-masakan, umbulan, slanepan, merdekaan, obak sodor, manjat pohon, mencari ikan di sungai, hingga main sepak bola. Anak perempuan kecil yang sering menjadi jawara di kelas (Jawara apa dulu nich?!), juga diunggulkan ketika bermain di lapangan.

Anak perempuan kecil yang pernah menangis gara-gara masuk kali/selokan penuh dengan lumpur hitam ketika bermain topeng-topengan, dan ia tidak melihat ada selokan yang cukup luas di depannya. Ia jugapernah menangis sambil berlari menyusuri jalanan karena merasa takut ketika orang tuanya hendak melepas giginya yang hampir tanggal.

Anak perempuan kecil itu amat pelit dalam memberikan contekan ketika mengerjakan soal di kelas. Tapi... rasa pelit itu hanya bertahan ketika ia duduk di bangku SD. Selepas SD, ia sama sekali tidak peduli meskipun jawaban PRnya dicontek teman-temannya. Ia juga selalu menjadi pusat pertanyaan bagi teman-temannya yang belum paham pelajaran, maupun yang kebingungan mengerjakan PR.

Anak kecil itu tampak aktif. Ia pernah menjuarai lomba pidato, mewarnai, menghafal ayat-ayat pilihan, dan lari kelereng. Ia pernah juga mengikuti lomba menyanyi. Dan ia lupa bahwa ia harus menyanyikan dua buah lagu. Tanpa berpikir panjang, ia kembali naik ke panggung setelah ingat bahwa satu lagu lagi belum ia nyanyikan. Anak kecil itu juga pernah sempat down ketika ia lupa kala menyampaikan pidato di atas panggung, dan orang-orang menakuinya "Hayo... Lupa...!!!". Namun, untunglah ia segera ingat dan melanjutkan kembali pidatonya.

Anak kecil itu kritikus. Ia tak pernah lupa mengecek dan menjumlahkan kembali nilai-nilai yang tertulis di raportnya. Ia hawatir jangan-jangan gurunya salah menghitung. Sekali ia pernah menemukan jumlah nilai di raportnya berbeda dengan hasil hitungannya. Ia segera mengecek raport teman-temannya. Dan ternyata hasil penjumlahan raport teman-temannya pun berbeda. Jumlah nilai di raport lebih banyak dari jumlah sebenarnya. Namun selisih tiap anak berbeda. "Mungkin ditambah dengan nilai harian", pikirnya. Namun, semester berikutnya ia melihat nilai yang dulu pernah ia cek kini berbeda dan ada tipex disana. Kini, jumlahnya sama dengan seharusnya.

Anak perempuan kecil itu kadang membuat jengkel ibunya kala ia banyak bertanya (gemes kali ya). "Kenapa sih kalau mengiris bawang kok mata jadi perih?", "Kok ada petir darimana? Kalu kilapnya sama juga?", "Kok warna langit kuning?", "Kok daun itu keluar getahnya dari mana?", tanyanya. Atau kalau ia mendengar ada suatu berita, pasti ia tak mau ketinggalan. "Siapa?", "Orang mana?", ' Dimana?", "Kenapa?",................. tanyanya tak henti-henti. Dan orang yang mendengar pertanyaannya pasti akan berkomentar "Tanya kok dari pangkal sampai ujung!". "Besok kalau kamu sudah gede, jadi wartawan aja dek!", ujar kakanya. "Wartawan itu apa Kak?", ia balik nanya. wkwwkkk.....

Anak kecil itu tampak ceria dengan mukenah putihnya ketika berjamaah tarawih di madrasah maupun berjamaah subuh di masjid. dan biasanya ia selalu menirukan suara imam dengan berbisik. Selesai sholat, ia berlari mengejar kupu-kupu putih kecil di sekitar lampu dan berusaha menangkapnya (eh, kupu-kupu apa bukan sih?).

Anak perempuan itu pernah bersedih dan menangis dimarahi bapaknya karena ia memberikan makanan kepada ikan di rumahnya terlalu banyak hingga ikan-ikannya mati kekenyangan. Ia juga pernah marah besar dan kecewa karena meinan pistol-pistolan bambunya dirusakkan temannya. Begitu marahnya hingga terbawa mimpi. Namun, anak kecil itu begitu cuek ketika diejek oleh teman-temannya atau digoda oleh orang-orang dewasa dengan sebutan "Jaliteng" karena kulitnya yang hitam legam. wkwkwkwkkk

Ia juga begitu riang kala memiliki seragam TPA baru, dan tak sabar menanti datangnya adzan ashar agar ia bisa segera mengenakan seragam barunya untuk belajar di TPA.

Anak perempuan kecil yang begitu menyayangi keluarga dan orang-orang terdekatnya lebih dari dirinya sendiri. Ia juga mudah iba kala melihat pengemis atau orang yang di matanya tampak lemah. Ia akan berlari pulang ke rumah mengambil uang sakunya atau meminta kepada ibunya kala ia melihat seorang pengemis di jalan.

Anak perempuan kecil itu punya semangat yang tinggi dalam belajar. Meskipun hanya diterangi lampu uplik kala malam hari, namun itu tak menggoyahkan semangat belajarnya. Anak perempuan kecil yang hoby membaca. Apapun itu, hingga potongan koran bekas bungkus bumbu dapur ibunya, atau bungkus nasi sarapan paginya tak akan ia lewatkan untuk dibaca.

Anak perempuan kecil itu kini tengah menetap fotonya. Wkwkwkwkk......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar