AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Selasa, 18 Mei 2010

Children


Sorot surya keemasan warnai atmosfer. Kusaksikan anak-anak kenakan mukenah putih dengan sajadah di pundak dan Qur'an terjaga di tangan. Langkah-langkah kaki ceria nan cekatan lintasi jalan Nusantara menuju masjid.

Tak terasa hampir delapan tahun aku berada di sini. Teguk airnya, hirup udaranya, nikmati suasananya.

Delapan tahun yang lalu, sungguh di luar dugaanku, bahwa aku akan berada di sini. Namun, itulah nikmat ketika aku tak mengerti apa yang ada di hadapanku. Ternyata Allah telah menyiapkan skenario lain di balik hijab manusia yang logis.

Aku rusakkan tali ukhuwah untuk sebuah perjalanan. Ya, perbedaan prinsip memang selalu ada. Sebuah keputusan besar karena harus korbankan ikatan keluarga. Karena prinsip yang berseberangan aku terpaksa kehilangan orang-orang yang kusayangi. namun, Subhanallah, Allah memberiku ganti dengan cuma-cuma.

Ya, aku kehilangan satu. namun Allah menggantikannya dengan 22 anak yang selalu hadirkan senyuman, tawa, dan sayang kepadaku. Selalu menyapaku. Sebarkan keceriaan di pagi hariku. Siap menghiburku dengan cerita-cerita kocak dan keluhan-keluhan mereka. Merekalah hiburan bagiku. Aku kehilangan satu yang sangat kusayangi, namu Allah menggantinya dengan 22 anak yang setia berikan rasa sayang padaku dan siap menunggu rasa sayang dariku. Anak-anak 1C tercinta.

Anak-anak 1C tercinta yang tiada pernah letih tuk hadirkan keceriaan, tawa, dan sayang. Meski kadang tak bisa kupungkiri kesabaranku menipis mendengar keluhan mereka. "Usth... ga bisa.......", "Usth... ini gimana?", "Usth... pensilku ga ada...", "usth... Mas Zakki nakal...". Yang ini belum selesai, datang anak yang lain mengadu. Ee..... sebelah sana pensilnya hilang, yang sini menangis, sebelah situ bertengkar. Hmm.... yang mana dulu nih? Yups, benar-benar butuh kesabaran ekstra. Mungkin seperti itu juga kali ya menjadi seorang Ibu. Lebih kaleee....... Apalagi seorang Ibu yang mempunyai banyak anak.

Kini, Allah memberiku hadiah lagi berupa anak-anak kelas 3A. Wah, kangen nih. Lama ga ketemu mereka. Hampir dua minggu. Yups, anak-anak 3A yang dengan berbagai kelebihan yang mereka miliki. Anak-anak yang cerdas, dan aktif. Si jenius Arza dengan hafalannya yang super cepat. Daffa dengan wawasannya yang luas. Sofi dengan mental keberanian yang luar biasa, begitu juga dengan Sasa. Khoris, Alwi, Yusfi, Qohar, Wulan yang kritikus dan bawel... Hehe...... Laras, Arimbi, Salma, Imas, Balqis, Lina, Sarah, Ayu, Chika, Cindy, Yaya, Ruyya, Kiki. Yusp, suasana kelas yang super aktif. Dan semua angkat tangan untuk bertanya ketika pelajaran berlangsung. Ya, merekalah generasi-generasi penerus Bangsa. Calon Pejuang-Pejuang islam. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar