AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 02 Mei 2010

Pluralisme



Tadi sore, ketika aku selesai memasukkan nilai ujian Mid Semester anak-anak, kulihat buku-buku Arie berantakan di lantai. "Tasawuf Mendamainakn Dunia". Sekilas terakam di mataku sebuah judul buku dengan sampul berwarna kuning kehijauan.

"Tasawuf?", tanyaku dalam hati. "Yups, kayaknya menarik deh. Siapa tahu aku jadi lebih banyak tahu tentang tokoh-tokoh tasawuf." Pikirku dalam hati. Kubaca nama penulis yang tertulis di bawah judul buku. " Media Zainul bahri, MA." Kemudian kulihat daftar isi di dalamnya. Dan ternyata isinya jauh dari dugaanku sebelumnya.

Penulis lebih banyak menyinggung tentang pluralisme. Penulis berusaha mencari pembenaran terhadap paham Pluralis. Bahasa lainnya mengakal-akalilah. Mencoba mencari pembenaran yang sekilas tampak masuk akal. dalam tulisannya, ia banyak berkiblat pada tokoh-tokoh yang terkenal dengan pemikiran mereka yang cenderung liberal.

Kecewa, juga geram ketika aku membaca buku tersebut. Geram dengan pemikirannya. Kecewa, karena sang penulis adalah seorang dosen di sebuah universitas Islam, alumni pesantren lagi. Jadi ingin tahu lebih dalam tentang biografinya. Kok bisa sih dia berpikiran begitu? Apakah tulisannya tersebut benar-benar keluar dari nuraninya? Atau.....

Bagaimana mungkinsemua agama dianggap benar, sedangkan Allah SWT. jelas-jelas menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad surat Al-Kafirun yang jelas-jelas merupakan penolakan yang tegas terhadap tawaran orang-orang kafir Quraisy, Juga surat Al-Maidah ayat 3 yang jelas-jelas menjelaskan bahwa agama Islamlah agama penyempurna yang diperuntukkan
bagi manusia. Juga ayat al-Qur'an yang menjelaskan bahwa agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam.

Kaum Muslimin di Madinah memang pernah hidup di satu wilayah bersama kaum yahudi dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan bukti bahwa Islam benar-benar memberikan sikap toleransi beragama yang tinggi. Bahkan, tiap kali umat Islam menguasai suatu wilayah atau menjadi mayoritas dalam suatu wilayah tertentu, umat Islam menghormati dan memberikan toleransi yang tinggi kepada pemeluk agama lain. Berbeda halnya jika umat Islam menjadi minoritas dalam suatu wilayah. Umat Islam yang menjadi minoritas dalam suatu wilayah tertentu sering didiskriminasikan. Namun perlu digaris bawahi, sikap toleransi beragama tersebut tidak sama dengan pluralisme, dan sama sekali tidak bisa diakal-akali untuk dijadikan alasan pembenaran terhadap paham pluralisme agama.

Bagaimana mungkin seorang muslim membenarkan kitab suci Injil yang sudah direvisi berulang-ulang oleh tangan-tangan dan otak-otak manusia untuk kepentingan kelompok tertentu?

Pemahaman arti "Ahli Kitab" yang dijelaskan oleh penulis dalam buku tersebut juga cenderung terlalu bebas. Bukan untuk mencari kebenaran. tapi lagi-lagi lebih memilih tafsir yang lebih banyak memberikan kecenderungan untuk bisa dijadikan sebagai suatu pembenaran terhadap paham pluralisme.

Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa semua agama memiliki kesatuan pesan yang sama. kesatuan agama-agama bukan dalam doktrin-doktrin, ajaran-ajaran, bentuk-bentuk, atau cara-cara ibadah, melainkan dalam esensinya, yaitu tauhid. Tentu saja pandangan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan Islam. Karena yang dimaksud dengan agama Islam bukan hanya tauhidnya saja, namun mencakup di dalamnya hukum-hukum syariat, cara-cara ibadah dll yang tidak bisa dipecah-pecah.

Bagaimanapun, semua agama berbeda. Jika penulis buku tersebut membenarkan semua agama dengan mengatakan bahwa esensi semua agama adalah sama, yaitu tauhid, pada hakekatnya tidaklah sama. Konsep tauhid dalam tiap-tiap agam berbeda. Satu contoh: Umat islam mengimani bahwa Allah SWT Maha Esa, dan Muhammad SAW merupakan nabi dan Rasul terakhir. Umat islam juga mengimai bahwa Isa as adalah seorang nabi. Kepercayaan ini tentunya berbeda dengan umat Kristen yang menganggap nabi Isa as sebagai anak Tuhan.

Memang, agama Nasrani, maupun yahudi juga mengakui kenabian nabi Ibrahim dan ajaran tauhidnya. namun, sejarah mencatat adanya penyelewengan-penyelewengan ajaran tersebut yang kini telah jauh dari keotentikannya. Dan Allah telah menjelaskan dalam Al-qur'an bahwa agama Islam merupakan penyempurna dari agama-agama sebelumnya.

Penulis buku tersebut sekan menawarkan bahwa Pluralisme mampu memberikan kedamaian bagi seluruh manusia. Benarkah?

Pluralisme yang membenarkan seluruh agama, pada hakekatnya merupakan suatu keyakinan baru. Pluralisme mampu mengikis tauhid di dalam diri. Lama-lama manusia akan beranggapan bahwa syariat-syariat agama, cara-cara beribadah, dll bukan merupakan suatu hal penting. Manusia lama-lama akan beranggapan bahwa yang terpenting hanyalah keyakinan dalam hati. Selanjutnya tidak tertutup kemungkinan manusia akan menganggap bahwa agama juga bukan suatu hal yang penting. Yups, Pluralisme dapat menafikan agama. atheis dong! Atau.... mungkinkah paham Pluralisme sengaja dimunculkan untuk mengikis keimanan umat Islam, yang selanjutnya berujung pada ketiadaan agama?







Tidak ada komentar:

Posting Komentar