AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Senin, 16 November 2009

Kisah Sedih dari Jabaliya (Kisah Nyata)

Oleh: Harun Husein

"Oh, Tuhan! Saya tidak pernah melihat pemandangan mengerikan seperti ini," kata Abu Aukal, sambil menangis tersedu-sedu.
Abu Aukal adalah seorang dokter. Bertugas di bagian gawat darurat. Dia telah terbiasa menangani korban terluka maupun tewas akibat agresi Israel di jalur Gaza, dalam berbagai kondisi. Tapi, tidak untuk yang satu ini. Dia hampir tak mempercayai apa yang dilihatnya.
Beberapa hari lalu, di kamp pengungsi jabaliya, yang terletak di bagian utara Gaza City, tak jauh dari pintu perbatasan Erez, seorang bocah perempuan Shahd (4 tahun), edang bermain di belakang rumahnya. Tiba-tiba tentara Zionis Israel menyerang dan menembak membabi-buta. Bocah gemuk yang lucu itu bersimbah darah.
Melihat anaknya tergeletak di lantai dengan kondisi mengenaskan, kedua orang tuanya buru-buru mengulurkan tangan hendak meraihnya. Tapi serdadu Israel mengusirnya dengan hujan peluru. Kedua orang tua itu pun meninggalkan tempat itu, sementara anaknya masih tertidur di sana: entah sedang sekarat, entah sudah tewas.
Rupanya tentara Israel yang selalu membawa anjing pelacak saat melakukan serangan ke jalur Gaza, memang punya maksud tertentu dengan tindakan itu. Jenazah Shahd sengaja dibiarkan tergeletak di halaman terbuka itu untuk dijadikan santapan anjing.
"Anjing-anjing itu meninggalkan satu bagian utuh tubuh bayi malang itu," kata Abu Aukal, dengan air mata berderai, saat menuturkan cerita tragis itu, seperti dikutip Islam online, kemarin.
"Kami melihat pemandangan memilukan selama 18 hari terakhir (agresi Israel). Kami mengangakat mayat anak-anak yang tercabik atau terbakar. Tapi tak ada yang seperti ini," kata Abu Aukal.
Berhari-hari saudara Shahd, Matar, dan sepupunya, Muhammad mencoba meraih tubuh gadis itu, tapi sia-sia. Lagi-lagi tentara pendudukan Israel menggunakan bahasa tembakan untuk mengusir kedua bocah itu.
Tapi, melihat tubuh Shahd yang terus dicabik anjing dari hari ke hari, Matar dan Muhammad tak tahan. Pada hari ke lima, keduanya nekat mendekati tubuh Shahd yang masih tersisa untuk membawanya pulang. Belum lagi keduanya membawa tubuh Shahd, tentara Israel menghujani dengan tembakan. Keduanya tewas.
Omran Zayda, tetangga Shahd, menilai tentara Israel sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. "Mereka (tentara Israel) menghalau dan mencegah keluarga yang ingin mengambil mayat Shahd, karena mengetahui anjing-anjing mereka akan memakannya," katanya.
Apa yang terjadi pada Shahd, kata Zayda, tak bisa digambarkan dengan kata-kata, tidak pula rekayasa kamera. "Anda tidak akan pernah membayangkan apa yang telah dilakukan anjing-anjing itu kepada tubuh anak tak berdosa itu." Kata pria ini sambil menahan air matanya.
Zayda menambahkan, "Mereka bukan hanya membunuh anak-anak kami. Mereka juga melakukan tindakan yang sangat keji dan tak berperikemanusiaan."
Sejumlah orang Palestina meyakini apa yang terjadi pada Shahd bukanlah satu-satunya kasus mengerikan yang dilakukan tentara Israel kepada warga Palestina di Gaza.
Sebelumnya, menimpa keluarga Abu Rabu yang sedang mencoba menguburkan tiga anggota keluarganya yang tewas, ketika tentara Israel secara tiba-tiba mencegah acara penguburan itu dengan berondongan peluru. Saat keluarga yang sedang berduka itu menjauh, tentara Israel melepaskan anjing-anjing pelacaknya ke arah tubuh-tubuh itu. Peristiwa ini juga terjadi di Jabaliya.
"Apa yang terjadi ini sangat mengerikan dan tak terbayangkan," Kata Saad Abu Rabu, salah satu anggota keluarga itu. "Anak-anak kami tewas di depan mata kami, tapi kami bahkan dicegah untuk menguburkan mereka. Orang-orang Israel melepaskan anjing-anjing ke arah tubuh mereka, seakan yang mereka lakukan belum cukup," katanya sambil menangis.
Masih di Jabaliya, harian terkemuka Israel, Haaretz, melaporkan seorang dokter Palestina, dr Issa Salah (28), dibunuh tentara Israel, Senin (12/1), ketika sedang menolong serangan korban Israel. Menurut Mizan-sebuah organisasi kemanusiaan di Gaza- saat itu Issa dan timnya memasuki gedung yang diserang misi Israel.
Issa dan timnya masuk ke gedung itu sambil meminta yang selamat untuk meninggalkan gedung, sementara tim medis itu mencari mereka yang menjadi korban. Tapi, beberapa menit kemudian, sebuah helikopter kembali menembakkan misilnya ke gedung itu. Issa pun tewas. Serangan itu juga menewaskan sejumlah wanita dan anak-anak.
Tewasnya dr Issa membuat jumlah petugas medis yang dibunuh selama agresi Isreal di jalur Gaza menjadi tujuh orang. Selain itu, tiga rumah sakit dan empat klinik kesehatan juga dihancurkan oleh mesin-mesin perang zionis.
Peristiwa kelam yang terjadi di Gaza memang memilukan. Tak adan lagi sejengkal pun tempat yang aman untuk berlindung dari kebuasan mesin-mesin perang Israel. Bahkan, Israel pun seolah tak lagi mempunyai hati untuk sekedar memberi perlakuan yang baik kepada orang-orang yang telah dibunuhnya.
Apa yang terjadi di Gaza, menurut pejabat senior United Nation Relief and Work Agency, John Ging, merupakan "tes bagi kemanusiaan kita."

dikutip dari harian Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar