AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Jumat, 18 Desember 2009

Apalah Arti Bayangan

Aku selalu menatap ke atas
Mengharap untuk sebuah bayangan
Lalu ku melihatnya
Dengan langkah lemahnya
Namun tetap tegar

Sebuah teguran bagiku
Aku kurang syukur
Atas segala nikmat yang Allah beri padaku
Termakan pikiran dunia
Hingga mengharap bayangan
Yang hanya sementara

Tidakkah kau melihatnya?
Bagaimana kalau kau menjadi dia?
Lihat....
Perhatikan....
Bersyukur.....
Bersyukur.....
Jangan termakan opini dunia.

Coretan dikit:
Puisi ini tertulis setelah aku melihat seseorang yang hampir tiap hari selalu kulihat. Entah siapa namanya, dan dimana tinggalnya. Mungkin tak jauh dari tempatku mengajar. Karena hampir tiap hari aku selalu melihatnya bolak-balik ke masjid untuk mengambil air. Selalu terdetik di benakku untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan padaku, ketika aku melihatnya. Mungkin itu juga teguran buatku, agar aku tak lupa untuk selalu bersyukur.

Dan tadi siang, ketika aku sedang mengajar anak-anak kelas 3A di teras masjid, aku melihatnya entah yang keberapa kali. Ia melangkah berjalan terseok pelan-pelan. Tampak jelas ia kesusahan ketika berjalan. Ya, ada cacat di kakinya, hingga ia tak mampu berjalan normal. Bahkan untuk memakai sendalpun ia nampak kesusahan. Kasihan.

Namun, meskipun ia cacat, ia tetap beraktifitas seperti orang yang lain. Tetap bekerja. Bisa jadi semangatnya melebihi kita yang memiliki kelengkapan fisik.

Yups,
Kesimpulannya:
Kadang, disadari ataupun tidak, kita selalu merasa kurang. Tidak mensyukuri atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Melihat orang lain yang lebih kaya, ingin juga kaya seperti dia. Melihat orang lain yang cuantiiikkk or guanteenggg.... heheee.... e... pengen juga seperti ntu. Selalu merasa kurang dan rendah diri dengan kondisi fisik yang ada pada diri kita. Lantas kita lupa untuk bersyukur atas semua itu. Pernahkah kita membayangkan seandainya kita menjadi seperti mereka (yang memiliki kekurangan fisik or cacat)? Sudahkah kita bersyukur?

So, Optimalkan apa yang ada dalam diri kita sekarang! and always bersyukur. Coz, nilai seseorang bukanlah apa yang tampak dimata, namun...... (lanjutin sendiri deh)!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar