AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Kamis, 14 Januari 2010

Belajar Dari Mereka

Salah satu aktivitas yang paling kusuka adalah berada bersama anak-anak kelas 3 A. Baik ketika di kelas, atau ketika melihat salah satu di antara mereka sedang membaca di beranda depan kantor. Di antara mereka yang tidak pernah absen membaca buku ketika jam istirahat adalah Arza dan Daffa. Arza si jenius yang cepat dalam menghafal. "'amma yatasaaluun, lanjutkan Za!", kataku kalau aku melihatnya di jam-jam istirahat. Lalu ia akan melanjutkannya dengan lancar.

"Baca apa Za?" Sapaku kepadanya.
Dia menunjukkan kepadaku buku yang dibacanya. O.... buku tentang Orville dan Wilbur, dua bersaudara pembuat pesawat terbang.
"Mau jadi ilmuan seperti mereka?" Tanyaku
Dia mengangguk.
Usth. tunggu. Nanti kalau sudah besar, kita bersama-sama menjadi ilmuan. OK! Kita bikin apa Za? bikin pesawat terbang? komputer yang canggih? robot? Atau kita keluar angkasa Za.

Kemudian aku bertemu ibunya, menanyakan bagaimana belajarnya di rumah. Ternyata ia mempunyai satu kebiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya, yaitu sholat tepat waktu, dan menghafal satu ayat Qur'an tepat setelah sholat ashar. Lalu setelah maghrib ia harus mengulangi hafalannya dari awal. Subhanallah. Boleh juga kebiasaan seperti ini diterapkan dalam keluarga kita. Atau kita terapkan dalam diri kita sendiri. Yang penting istiqomah dan terus berkesinambungan.

Sama halnya dengan Arza, Daffa pun tak pernah absen membaca buku kala istirahat. Pernah suatu ketika aku membaca buku Sains untuk kelas VI, lalu kutanyakan padanya. Dan ia bisa menjawabnya dengan benar. Padahal ia baru kelas 3.

"Kok mas daffa tahu jawabannya?" tanyaku.
"Ada di RPUL" Jawabnya.
"Punya?"
"Punya di rumah"
"Siapa yang beliin?"
"Ibu"
"Sering dibelikan buku sama Ibu?"
"Sering Us, sebulan sekali"
"Banyak dong bukunya di rumah"
"Banyak. Ada perpustakaan sendiri"
"Sudah dibaca semua bukunya?"
"Sudah berkali-kali"
Subhanallah.....

Yups, kebiasaan semacam ini juga bisa dijadikan cotoh buat keluarga kita. Biasanya ibu-ibu cenderung menghiasi rumahnya dengan perabotan dan hiasan-hiasan yang sebenarnya tidak begitu penting. Alangkah baiknya kalau uang untuk membeli perabotan dan hiasan-hiasan tersier tersebut dibelikan buku. Atau.... membuat sebuah perpustakaan keluarga yang di dalamnya juga terdapat perpustakaan buat anak-anak kita. Lebih bermanfaat kan?

Masalahnya, bagaimana dengan keluarga yang memiliki kondisi ekonomi yang kurang? Jangankan untuk membeli buku. Untuk biaya makan aja masih susah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar