"Klaka", Begitu kulihat tulisan itu, aku dan Bapak segera siap-siap untuk turun dari bis.
Kuturuni bis. Bis apa ya namanya waktu itu? Entahlah. Lupa. Gerimis belum juga berhenti. Aku pun berteduh bersama Bapak di sebuah Gardu. Tak lama kami berteduh karena hujan segera reda.
Tepat ketika kami membutuhkan bantuan untuk menanyakan alamat yang kami tuju, seseorang lewat dan menunjukkan tempat yang hendak kami tuju.
Kami memasuki desa, lewati rumah demi rumah. Kami melihat sebuah masjid kecil dengan lantai semen yang tampak tak terurus. Ketika itu telah masuk waktu ashar, namun tak seorang pun datang ke situ. Entah kemana dan sedang apa penduduk desa itu. Aku dan Bapak berdua melaksanakan sholat Ashar, lalu beristirahat di masjid itu sejenak.
Terlintas di pikiranku, kenapa tidak ada muadzin? Mana para jamaah? Apakah tidak ada ta'mir masjid?
Yups, itulah sekilas perjalananku menuju rumah Kakakku di Grobogan, Lumajang.
Mungkin masih banyak daerah-daerah yang belum tersentuh oleh Islam dengan benar. Juga daerah-daerah dengan kondisi pendidikan yang masih minim sekali.
Ya, kebanyakan orang lebih memilih mengajar di sekolah-sekolah maupun universitas-universitas besar di kota daripada berjuang di pelosok-pelosok desa.
Entah kenapa kala itu terbersit di pikiranku untuk berjuang di tempat semacam itu. mambangun sebuah lembaga pendidikan gratis di pelosok desa untuk anak-anak desa dan anak-anak miskin. membangun sebuah perpustakaan umum di situ. Menciptakan generasi-generasi militan yang tak kalah dengan anak-anak yang tinggal di kota, dengan tetap memiliki idealisme yang kuat, namun juga tidak gaptek. Ets, bukan maksudnya membedakan anak desa dengan anak kota lho!
Kuturuni bis. Bis apa ya namanya waktu itu? Entahlah. Lupa. Gerimis belum juga berhenti. Aku pun berteduh bersama Bapak di sebuah Gardu. Tak lama kami berteduh karena hujan segera reda.
Tepat ketika kami membutuhkan bantuan untuk menanyakan alamat yang kami tuju, seseorang lewat dan menunjukkan tempat yang hendak kami tuju.
Kami memasuki desa, lewati rumah demi rumah. Kami melihat sebuah masjid kecil dengan lantai semen yang tampak tak terurus. Ketika itu telah masuk waktu ashar, namun tak seorang pun datang ke situ. Entah kemana dan sedang apa penduduk desa itu. Aku dan Bapak berdua melaksanakan sholat Ashar, lalu beristirahat di masjid itu sejenak.
Terlintas di pikiranku, kenapa tidak ada muadzin? Mana para jamaah? Apakah tidak ada ta'mir masjid?
Yups, itulah sekilas perjalananku menuju rumah Kakakku di Grobogan, Lumajang.
Mungkin masih banyak daerah-daerah yang belum tersentuh oleh Islam dengan benar. Juga daerah-daerah dengan kondisi pendidikan yang masih minim sekali.
Ya, kebanyakan orang lebih memilih mengajar di sekolah-sekolah maupun universitas-universitas besar di kota daripada berjuang di pelosok-pelosok desa.
Entah kenapa kala itu terbersit di pikiranku untuk berjuang di tempat semacam itu. mambangun sebuah lembaga pendidikan gratis di pelosok desa untuk anak-anak desa dan anak-anak miskin. membangun sebuah perpustakaan umum di situ. Menciptakan generasi-generasi militan yang tak kalah dengan anak-anak yang tinggal di kota, dengan tetap memiliki idealisme yang kuat, namun juga tidak gaptek. Ets, bukan maksudnya membedakan anak desa dengan anak kota lho!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar