AHLAN WA SAHLAN

Puisi adalah jiwa. Luapan perasaan. Dalam puisi ada cinta, nostalgia, ideologi, dan rasa syukur.


Tulislah apa yang ada di pikiranmu. Luapkan dalam coretan-coretan indahmu. Dan sepuluh tahun lagi mungkin kau akan tertawa atau bahkan mungkin coretan itu akan menjadi sebuah memori yang mahal. menjadi sebuah cerita tersendiri yang bisa dikenang. Yups, selagi kita masih bisa menulis, kenapa kita tidak meluapkannya dalam coretan-coretan? Meskipun coretan itu hanya bisa kita nikmati sendiri (hehe... menghibur diri ni?)

Pernah frustasi gara-gara karyamu gak pernah diterima? Nasiiib... nasiiib. Kalo iya, berarti kamu senasib dong ma aku. Asiiik ada temen senasib nih! Ceritanya aku lagi frustasi nih lianna (kan biasanya pake coz, sekarang ganti lianna ja biar lebih..... apa ya? lebih bernuansa kearaban gitu deh! Biar ga English mulu!) puisiku ga diterima di majalah yang pernah kukirim, akhirnya bikin blog sendiri ja deeeh. Yaah, nikmati sendirilah.

Minggu, 10 Januari 2010

Sebuah Kenangan Manis 1 Intensif

Tadi pagi ketika aku sedang ngepel lantai depan DEMA, kudengar suara anak-anak di kelas samping sedang belajar pelajaran Mahfudhot. Entah kenapa aku jadi teringat ketika dulu aku duduk di kelas 1 intensif. Tepatnya 1 intensif B. Tahun 2002. Ketika itu kelasku berada di emper rayon. Rayon Maghrib. Tanpa meja maupun kursi, karena memang kapasitas kelasnya tidak cukup. Kita duduk di atas lantai. Namun, meskipun diatas lantai tanpa meja dan kursi, tapi... berkesan banget. Ya, meski fasilitas apa adanya, bahkan cenderung kuranglah, namun aku merasa ada ruh dan semangat dalam belajar. Mungkin itu juga didukung oleh ruh para pengajarnya.

Masih kuingat ketika pelajaran Mahfudhot. Usth. Nor Kholidah yang mengajar. Tegas dan penuh semangat. Tapi... ga pernah senyum. Heheheee... Gimana ya kabar beliau sekarang? Hmmm..... aku ingat ada seorang temanku yang dikeluarkan dari kelas karena belum manghafal Mahfudhot selama dua minggu. Alhamdulillah, semuanya berkesan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar